Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Emilia Perez (dok. TIFF/Emilia Perez)
Emilia Perez (dok. TIFF/Emilia Perez)

Sejak tayang perdana di Cannes Film Festival 2024, Emilia Pérez (2024) tak berhenti dibicarakan. Film garapan Jacques Audiard (A Prophet, Dheepan, Rust and Bone) ini bahkan diproyeksi bakal jadi salah satu pesaing kuat di Oscar 2025, termasuk beberapa kategori utama, seperti Film Terbaik (Best Picture), Sutradara Terbaik, dan Aktris Terbaik. 

Sudah tayang di bioskop dan beberapa layanan streaming, Emilia Pérez ternyata bukan film kartel biasa yang fokus pada aksi kejar-kejaran aparat dan geng kriminal. Ada pesan feminis yang kuat di baliknya.

Dengan tiga protagonis perempuan, Emilia Pérez sukses menggebrak tradisi film aksi yang didominasi pria. Seberapa besar peluang mereka nominasi Oscar? Mari ulas lebih jauh melalui review film Emilia Pérez berikut ini, ya!

Artikel ini mengandung spoiler bagi yang belum menonton Emilia Pérez! 

1. Film langsung dibuka dengan kritik terhadap maraknya femisida di Meksiko

Emilia Perez (dok. TIFF/Emilia Perez)

Tak banyak basa-basi, film berdurasi 2 jam 3 menit ini langsung memperkenalkan penontonnya pada Rita (Zoe Saldana), seorang pengacara perempuan yang jengah dengan kemunafikan profesinya. Selain harus puas jadi bayang-bayang untuk atasannya, seorang pengacara senior pria, firma hukumnya sering dapat klien orang-orang berkuasa nan licik. 

Kasus yang jadi titik balik kejenuhannya adalah pembunuhan istri seorang pejabat publik yang dimanipulasi agar terlihat seperti kasus bunuh diri. Pelakunya siapa lagi kalau bukan si pejabat itu sendiri. Secara gamblang, kasus ini jadi gerbang bagi penonton untuk menilik lagi kasus femisida (pembunuhan berbasis gender yang korbannya perempuan) yang cukup marak terjadi di Amerika Latin, termasuk Meksiko yang jadi latar Emilia Pérez.

2. Tipe film yang plotnya kompleks tak terduga, khasnya Jacques Audiard

Default Image IDN

Rita kemudian dapat kesempatan untuk lepas dari profesi yang membuatnya jijik itu. Namun, risikonya gak kalah besar. Seorang bos kartel bernama Manitas (Karla Sofía Gascón) mencium talenta Rita dan ingin ia menguruskan keinginannya berganti identitas sekaligus tobat dari pekerjaan kotornya itu. Rita tak bisa menolak dan akhirnya menyetujui tawaran tersebut. 

Audiard seolah sengaja menggocek penonton dengan membuat kita mengira bahwa petualangan Rita mengurus permintaan Manitas adalah plot utama film. Nyatanya, prosesnya hanya diberi berdurasi hitungan menit. Manitas yang kita kenal sebagai pria asertif dan garang akhirnya berubah jadi sosok perempuan dengan identitas baru, Emilia Pérez.

Di sisi lain, Rita terbebas dari profesi lamanya dan memulai hidup baru di London. Namun, ternyata Manitas belum sepenuhnya puas dengan hidupnya. Beberapa tahun kemudian, ia menemui Rita dan meminta bantuannya lagi. 

3. Isu sosial politik berkelindan dengan kemelut rumah tangga

Emilia Perez (dok. Pathe/Emilia Perez)

Di sinilah, Rita kembali harus berurusan dengan Manitas dan keluarganya. Selena Gomez yang memerankan Jessi, istri Manitas sebelum ia berganti identitas jadi salah satu aktor penting di tengah film. Jessi jadi sosok menarik dalam film, karena tak pernah tahu kalau Emilia Perez yang kini mengaku sebagai kerabat Manitas dan tinggal dengannya adalah mantan suaminya sendiri. 

Pada fase ini pula, Emilia mengalami pergeseran moral. Tobat dari masa lalunya, Emilia menggunakan koneksi dan aksesnya untuk berbalik melawan kebatilan. Mengajak serta Rita, keduanya membangun sebuah organisasi nirlaba yang membantu orang-orang menemukan kerabat mereka yang hilang.

Kebanyakan kliennya adalah perempuan: ibu, istri, kekasih, dan saudari perempuan dengan kisah masing-masing. Di sini, Audiard kembali menyibak fenomena memilukan lain di Meksiko. Mulai dari KDRT sampai eksistensi geng kriminal dan gembong narkoba yang gak hanya mengusik kehidupan warga lokal, tetapi juga merasuk ke birokrasi daerah.

Dengan sentuhan musikal, Emilia Pérez memang superior dari berbagai sisi, baik scoring, desain produksi, pemilihan cast ciamik (Zoe Saldana, Karla Sofia Gascon, dan Selena Gomez), dan sinematografi garapan Paul Guilhaume (Ava, The Five Devils, Paris, 13th District) wajib diacungi jempol. Jangan lupakan pula kualitas naskah garapan Jacques Audiard dan kolaborator setianya, Thomas Bidegain yang menjelaskan akhir pahit-manisnya— signatur mereka tiap kali bekerja sama. 

Terlepas dari beberapa bagian yang bisa dikemas lebih rapi, terutama pada beberapa menit sebelum film berakhir, Emilia Pérez adalah sebuah gebrakan penting tahun ini. Kita sudah sering dijejali film kartel yang berkutat pada tokoh-tokoh pria dan elemen heroisme.

Amat jarang yang berani dan berhasil menguliknya lewat perspektif perempuan layaknya Emilia Pérez. Atas terobosan itu, skor 5/5 layak disematkan pada film ini. Tak berlebihan pula bila mereka dijagokan jadi salah satu kandidat kuat peraih nominasi Oscar 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team