Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Poster film Merah Putih One for All
Poster film Merah Putih One for All (Instagram.com/didit_art)

Surabaya, IDN Times - Saat adegan pertama dari film animasi Merah Putih One for All (2025) mulai ditampilkan, jujur saya tidak punya ekspektasi lebih. Apalagi setelah menonton trailer, sekaligus beragam kontroversi tentang film di bawah rumah produksi Perfiki ini.

Studio 8 XXI Ciputra World pada Kamis (14/8/2025) siang pukul 13.45 WIB juga tidak terlalu ramai dan hanya diisi oleh 26 penonton saja. Padahal film ini hanya ditayangkan di satu bioskop dengan total lima layar saja. Sementara per hari ini, Jumat (15/8/2025), penayangan film animasi tersebut sudah turun menjadi empat layar di Surabaya.

Kamu mau menonton, tapi masih ragu-ragu? Mari simak ulasan IDN Times tentang film animasi Merah Putih One for All (2025)!

Peringatan: Artikel ini mengandung spoiler, ya!

1. Dari segi teknis, masih banyak yang harus dibenahi

Suasana nonton Merah Putih One for All di Surabaya (dok. IDN Times/Aulia Supintou)

Jika kita berbicara dari segi teknis, tampak jelas masih banyak yang harus dibenahi dari film Merah Putih One for All (2025). Terlebih lagi, di awal tahun 2025, kita dipertemukan dengan Jumbo yang penuh persiapan dari segi alur cerita, animasi, voice actor, hingga musiknya.

Mari berbicara dari segi dialog para karakternya! Karakter film animasi Merah Putih One for All (2025) yang sedang berdialog selalu ditempatkan di tengah frame dengan sudut pengambilan gambar medium shot dan zoom in. Saat melakoni dialog mereka, para karakter di film ini selalu menatap lurus ke layar, seakan ke arah penonton, bukan lawan bicara mereka.

Selain berbicara soal dubbing-nya, yang menurut beberapa penonton kurang pas, saya lebih menyayangkan para karakter di film animasi tidak bisa memberikan ekspresi yang sesuai. Di salah satu adegan, tampak dua karakter sedang bersitegang, tapi wajah mereka menunjukkan ekspresi datar.

Satu hal lagi yang disayangkan, suara kicauan burung selama film animasi ini diputar cukup memekakkan telinga. Selain itu, suara latarnya terkadang menutupi dialog para karakter, sehingga kesannya bertabrakan.

2. Kurangnya continuity antar adegan, membuat beberapa bagian terasa gak nyambung

Suasana nonton Merah Putih One for All di Surabaya (dok. IDN Times/Aulia Supintou)

Inti premis film animasi Merah Putih One for All (2025) mungkin memang berhubungan semangat kemerdekaan, yaitu bekerja sama dan pantang menyerah untuk mencari bendera merah putih. Sayangnya, pengemasan film animasi ini kurang bisa memuaskan penonton.

Kurangnya continuity antara adegan satu dengan lainnya membuat penonton kebingungan. Tak jarang saya dan beberapa penonton berkata, "Hah?", karena adegan yang disajikan tidak selaras dengan adegan sebelumnya.

Seandainya Merah Putih One for All (2025) dikemas menjadi film animasi pendek mungkin akan lebih baik. Karena ada beberapa adegan dan alur yang tidak terlalu penting. Cerita yang padat dan to the point juga akan meminimalisir penonton merasa bosan.

3. Bikin setengah bioskop tertawa, tapi bukan karena punch line yang sengaja disiapkan

Suasana nonton Merah Putih One for All di Surabaya (dok. IDN Times/Aulia Supintou)

Film animasi ini juga berusaha memberikan punch line di ujung dialog para karakternya. Hanya saja, punch line yang bertujuan untuk memberi efek lucu atau menyentil sehingga menimbulkan reaksi penonton ini, justru tidak membuah hasil. Bukan hanya saya yang merasakannya, tapi saat punch line demi punch line itu muncul, penonton di Studio 8 tidak menunjukkan reaksi apa pun.

Apakah penonton terhibur atau tertawa saat menyaksikan film animasi ini? Jawabannya adalah bisa jadi. Penonton di sebelah saya tertawa terbahak-bahak saat para karakter jatuh seperti dibuat-buat atau adegan lain yang terkesan tidak masuk akal. Namun, ada kesan bahwa penonton 'menertawakan' alih-alih 'tertawa bersama' film ini. Masih banyak yang harus dibenahi dari film Merah Putih One for All, dan semoga bisa menjadi pelajaran bagi film-film tanah air lainnya.

Editorial Team