suasana penayangan film Raminten Universe: Life is a Cabaret di Jakarta, Selasa (16/9/2025) (dok. IDN Times/Rani Asnurida)
Pemutaran film Raminten Universe: Live is a Cabaret ini dimulai sekitar pukul 17.00 WIB. Para penonton mulai fokus memusatkan pandangan ke layar saat lampu dimatikan, pertanda dokumenter Raminten tersebut segera diputar.
Meski baru opening, saya sudah langsung merasa takjub. Bagaimana tidak? Sebelum menyajikan perjalanan inspiratif di balik karakter Raminten yang legendaris, film ini lebih dulu menciptakan suasana magis dengan menyuguhkan potongan-potongan gambar ciamik yang menampilkan jalanan di sekitaran Malioboro. Penampakan store Hamzah Batik hingga tugu bersejarah, mendadak membuat saya secara pribadi jadi merindukan Jogja.
Film ini membawa penonton untuk mengenal lebih dekat mendiang Hamzah Sulaiman, seniman dan budayawan di balik karakter Raminten yang telah bertransformasi menjadi ikon Jogja yang legendaris. Di samping itu, penonton juga diajak untuk menelusuri lebih dalam tentang perjalanan kabaret show—nya yang sangat populer dengan aksi yang menghibur, tapi ternyata juga menyimpan cukup banyak kisah emosional di baliknya, yang membuat haru penonton.
Siapa sangka, potongan wawancara dari para talent Hamzah Sulaiman yang blak-blakan juga berhasil memecahkan gelak-tawa penonton. Penampilan para talent yang sangat berbeda saat sebelum dan sesudah show juga sukses membuat penonton di sekitar saya menjadi tercengang karena memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Alhasil, film ini pun menciptakan suasana yang bercampur aduk saat itu.