Alice Capelle, video essayist asal Prancis yang banyak bahas feminisme dan sosialisme (instagram.com/alicecappelle_)
Fakta bahwa jutaan orang rela menonton sebuah esai video berdurasi panjang adalah bukti dari mitos rentang konsentrasi tadi. Sebaliknya, fenomena yang terjadi adalah rasa penasaran tinggi generasi muda (milenial dan gen Z) yang hidup di tengah disrupsi teknologi dan terjangan informasi dari segala sumber. Hal ini yang kemudian menjelaskan kepentingan generasi muda untuk lebih jeli membaca informasi dan memilah sumber informasi mereka.
Ada banyak sumber informasi kredibel di luar sana, tetapi video esai jadi opsi ideal untuk generasi muda terutama gen Z karena bisa dikategorikan sebuah inovasi baru dalam proses riset. Türkgeldi lewat tulisan berjudul "Thinking of Video Essays as A Performative Research With A New Concept: Transimage dalam jurnal SineFilozofi mengkategorikan video essay sebagai bagian dari penelitian performatif. Yakni format riset yang mengandalkan banyak metode seperti penelitian kualitatif, tetapi dibuat dengan pendekatan praktikal.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian performatif tidak ditampilkan dalam format numerik dan teks biasa, tetapi berupa data-data simbolik. Maksudnya seperti musik, suara, gerakan, animasi, infografis, kode, dan lain sebagainya. Ini kemudian bisa dikembangkan jadi film hingga podcast. Namun, esai video punya kelebihan karena mampu mewadahi dua preferensi yang berbeda sekaligus, yakni audio dan visual.
Milenial yang lebih dulu familier dengan podcast tetap bisa menikmati esai video karena ia bisa didengarkan saja sambil melakukan aktivitas lain. Di sisi lain, penikmat dan pembelajar visual seperti gen Z bisa menemukan kenyamanan yang sama lewat tipe konten itu.