Penyalin Cahaya (dok. Kaninga Pictures/Penyalin Cahaya)
Shenina Cinnamon:
Lebih ke Alhamdulillah aja, sih, karena sekarang orang kenal kita semua dari Penyalin Cahaya. Mungkin ada juga yang sebelumnya sudah pernah kenal dengan beberapa dari kita juga. Tapi yang jelas, gak ada perbedaan yang signifikan. Next-nya pun ketika kita dapat project lagi, kita melalui proses casting juga dan lain-lain. Cuma mungkin misal ketemu orang baru, tiba-tiba mereka panggil aku Sur, Suryani.
Chicco Kurniawan:
Kalau boleh jujur saya tidak pernah merasa bahwa diri saya underrated atau overrated. Saya hanya coba melakukan hal yang saya sukai, yaitu akting. Kalau jalannya lancar ya lancar, tapi pasti ada up and down. Tapi sejak Penyalin Cahaya, saya merasa kesempatan untuk berakting jadi lebih banyak. Jadi ya senang, karena bisa melakukan apa yang saya cintai dan karena I’m doing this for living, jadi bersyukur atas kesempatan ini.
Dea Panendra:
Saya selalu tumbuh menjadi aktor yang belajar banyak hal dari setiap proyek atau pekerjaan yang dikerjakan. Jadi perubahan yang saya rasakan adalah perkembangan dalam diri sendiri sebagai seorang aktor. Dan tidak akan pernah mencoba untuk melawannya untuk tumbuh.
Giulio Parengkuan:
Hal yang paling terasa adalah semakin banyak orang yang kesal dengan aku. Apalagi mereka yang sudah menonton Penyalin Cahaya, pasti ingin pukul aku, karena gemas dengan sosok Rama.
Lutesha:
Tentunya bangga, karena dikenal sebagai pemain yang bermain di sebuah film yang menyampaikan sebuah isu penting. Senang juga, karena sekarang lebih dianggap serius (secara karier) dalam industri ini.
Jerome Kurnia:
Saya tidak pernah merasa underrated, karena selalu mendapat apresiasi dalam jumlah dan bentuk yang berbeda. Selain itu, selama pesan yang ingin kami sampaikan bisa tersampaikan dengan baik, walau hanya ke satu orang saja, saya sudah senang. Khusus untuk Penyalin Cahaya, saya sangat senang, karena pesan yang ingin kami sampaikan dapat sampai ke banyak orang di dalam dan luar negeri.