Pada 539 SM, bangsa Persia berhasil mengalahkan Babilonia yang menguasai Roma. Saat itu bangsa Persia sendiri memiliki pemahaman yang hampir serupa dengan Babilonia, tapi bedanya mereka tidak membutuhkan imam-imam untuk mengajarkan agama mereka. Maka, para imam pun dipecat secara sepihak dari tempat-tempat ibadah. Sakit hati, para imam pun meninggalkan Roma dan menemukan kota Pergamon atau yang sekarang disebut dengan Turki Barat.
Dari situ, para imam membentuk pemahaman baru di penjuru Eropa bahkan Amerika Latin. Nah, muncullah anggapan kalau angka enam itu merupakan pertanda buruk. Dalam Bahasa Latin , 666 diartikan sebagai DIC LVX atau “Dicit Lux” atau suara cahaya. Dalam Bahasa Latin pula, 666 berarti Lux Ferre atau Lucifer.
Bukan berhenti di sini, angka Romawi DCLXVI dianggap merepresentasikan seluruh angka yakni D (500), C (100), L (50), X (10), V (5) dan I (1). Hal tersebut membuat orang-orang menganggap bahwa 666 terlalu superior sehingga tidak menjadi angka ‘Agung’ lagi, melainkan keburukan. Pada akhirnya, arti Dicit Lux dan Lux Ferre pun dikaitkan menjadi 666 = setan.
Kejadian tidak mengenakkan juga pernah terjadi dan diduga melibatkan 666. Kaisar Nero dari Roma juga terbunuh dengan racun 666 yakni Hexaklorida atau formula C6H6Cl6. Dari situ, angka 666 dianggap sebagai pertanda buruk dan kejelekan.