Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sumber gambar: psychologytoday.com

Kalau kamu takut, apa sih yang kamu lakukan? Lari saat lihat penampakan kuntilanak? Pipis di celana saat ada pocong berdiri di hadapan muka? Teriak-teriak waktu lihat penjambret? Mengumpat saat ketemu mantan? #loh

Takut memang perasaan yang naluriah untuk setiap manusia. Semua orang pasti pernah mengalaminya dan ini sangatlah wajar. Tapi, kenapa ini sih bisa dan harus terjadi?

Sebenarnya, rasa takut berawal dari ekspektasi kita tentang macam-macam bahaya.

Pernyataan ini pernah disampaikan oleh Abigail Marsh (Associate Professor pada Jurusan Psikologi dan Program Interdisipliner dalam Neuroscience, Universitas Georgetown). Jika dipikir-pikir, memang pernyataan ini ada benarnya.

Ketika kamu takut akan hantu, biasanya kamu sudah punya pikiran jelek dahulu kalau akan bertemu hantu. Walaupun ini masih dalam pikiran kamu dan belum ada buktinya, tanpa sengaja kamu sudah membuat ekspektasi.

Dari ekspektasi itu, muncul antisipasi akan bahaya. Kalau langkah yang kamu ambil benar, niscaya takut pun akan sirna.

Kalau kamu sudah muncul pikiran-pikiran jelek seperti itu, alangkah baiknya kamu bisa melakukan langkah antisipasi. Kalau kamu takut akan hantu, kamu tidak pulang sendirian di tengah malam. Kalau kamu takut kena jambret sepulang kantor, kamu bisa berjalan kaki di jalan yang lebih ramai dan dekat pos polisi. Kalau takut ketemu mantan, gak usah lewat depan rumah atau kantornya ya! #eh

Jika langkah yang diambil tepat, niscaya kamu akan merasa lega dan tenang. Soalnya ketakutan yang kamu alami tidak akan pernah terjadi. Artinya, antisipasi kamu berjalan sempurna!

Sensitifitas tubuh juga bisa semakin memicu rasa takutmu muncul. Awalnya dari indra, kemudian ke otak juga.

Setiap indra manusia punya sensitifitasnya masing-masing. Baik itu kulit, telinga, mata, hidung, bahkan lidah sekali pun. Ketika indra tersebut mendapat rangsangan, ia menjadi sensitif dan sanggup mengirim sinyal ke otak.

Bayangkan saja ketika kamu tiba-tiba merinding karena terkena angin. Rasa itu dapat membuatmu berpikir kalau ada hantu mendekat karena tubuh dan otakmu sedang bekerja sama. Syaraf di kulitlah yang jadi sistem syaraf paling awal, yang bekerja memicu ketakutan.

Setelah sinyal dari indramu terkirim ke otak, muncul serangkaian fenomena yang begitu kompleks jalannya.

Sinyal dari indra kemudian diterima oleh thalamus. Setelah itu, diteruskan lagi ke bagian otak bernama amygdala. Amygdala akan melepaskan neurotransmiter berupa glutamat. Glutamat adalah senyawa kimia utama yang mempelopori rasa takut. Gara-garanya, rasa takut memicu respon yang lebih masif lagi.

Setelah dari otak, menjalarlah ke seluruh tubuh. Muncullah respon-respon yang tidak kamu sengajai dan tidak disadari.

Ada dua respons yang biasanya dialami orang saat takut. Respons itu adalah melompat dan kedinginan. Kedua respons ini dikontrol oleh bagian otak yang bernama periaqueductal gray.

Bagian otak lain yang bernama hipotalamus, juga ikut bereaksi lho! Berkatnya, kamu punya respon untuk berusaha melawan penjahat atau detak jantung kamu berdecak cepat dan deg-degan.

Kalau sinyal takutmu mencapai kelenjar adrenal, tubuh melepaskan kortisol dan adrenalin. Aliran darahmu pun mungkin menerima glukosa dari rasa takut. Glukosa ini yang menjadi kekuatanmu saat berlari dari bahaya.

Ingin menghapus rasa takutmu? Cobalah berpikir positif! Kalau otak gagal menerima sinyal, bukankah antisipasi takutmu sudah sempurna?

Nah! Ajakan orang untuk selalu berpikir positif memang ada bagusnya. Salah satunya agar kamu tidak memiliki ekspektasi buruk dan bisa melakukan antisipasi dari setiap permasalahanmu. Kalau otakmu selalu berisi hal-hal positif, bukankah sinyal takut dari indra bakal mentok? Kalau mentok, tubuh pun gak akan menerima sinyal takut juga bukan?

Yuk, hilangkan rasa takutmu dengan berpikir positif dari sekarang!

Editorial Team