Di beberapa daerah Asia, ada sebuah tradisi bahwa ketika seseorang meninggal, kerabatnya akan menandai tubuhnya — sering kali menggunakan jelaga — dengan harapan kalau jiwa orang yang meninggal akan bereinkarnasi ke dalam keluarga yang sama. Menurut mereka, tanda lahir sering kali menjadi bukti kalau sebuah jiwa telah dilahirkan kembali.
Pada tahun 2012, profesor dan psikiater dari Fakultas Kedokteran di Universitas Virginia, Jim Tucker, dan seorang profesor emeritus dan psikolog dari Universitas Tasmania, Jurgen Keil, menyerahkan makalah ke Journal of Scientific Exploration.
Dalam makalah tersebut, terdapat sebuah studi yang mereka teliti, dan secara khusus membahas keluarga dengan anak-anak yang dilahirkan dengan tanda yang sama dengan kerabat mereka yang sudah meninggal.
Dalam satu kasus, KH, seorang anak laki-laki dari Myanmar, tercatat memiliki tanda lahir di lengan kirinya, persis di tempat yang sama di mana tubuh kakeknya telah ditandai. Kakeknya sendiri meninggal 11 bulan sebelum kelahiran KH.
Pada usia lebih dari dua tahun, KH memanggil neneknya Ma Tin Shwe, nama yang hanya digunakan oleh kakeknya yang sudah meninggal. Sang nenek sering dipanggil "Ibu" oleh anak-anaknya dan Daw Lay atau "Bibi" oleh anak-anak lain. KH juga menyebut ibunya War War Khine, sebutan yang diberikan kakeknya, daripada Ma War.
Ketika ibu KH hamil, dia pernah memimpikan ayahnya. Dalam mimpi tersebut ayahnya berkata, "Aku ingin tinggal bersamamu." Tanda lahir dari KH telah membuat keluarganya berpikir kalau mimpi itu menjadi kenyataan.