Menjadi mahasiswa semester ultra-akhir butuh mental dan telinga sekeras kulit superman. Bukan apanya, selain nyinyiran keluarga, handai taulan, dan gosip tetangga karena kuliah gak kelar-kelar. Kehilangan motivasi menyelesaikan studi menjadi soal tersendiri. Bagaimana tidak, teman sejawat sudah hampir punah di kampus.
Bahkan sebagian besar sudah mulai memasang banyak foto medsos di tempat kerja masing-masing. Sementara saya masih adu jotos dengan revisi-revisi-revisi. Paling tak mengenakkan kalau mereka unggah foto lagi momong bayi lalu tag teman-teman yang belum nikah dan menulis caption: “Kamu kapan?”.................. Bedebah.
Habis menyusun sana-sini skripsi yang dua tahun dianggurin, tak terasa subuh datang juga. Perut yang mulai membunyikan lantunan rock-indie perlu segera di-mute. Bergegaslah saya menuju mace-mace (Sebutan ibu-ibu pedagang kantin tradisional). Subuh itu, baru dua kantin yang buka. Karena mace langgananku baru menyusun barang-barang dagangannya dan perut sudah tak bisa berkompromi. Saya kemudian beralih ke kios satunya.
“Pesan namite (Nasi, indomie telur) satu kak mawar,” saking akrabnya, kami memanggil mereka dengan sapaan khas kakak- adik, padahal usianya lebih 20 tahun di atas saya.
Sambil menyiapkan pesanan saya, kak mawar menggerutu khas perempuan yang kehilangan Tupperware-nya. “Itu mahasiswa-mahasiswa baru sudah tidak seperti mahasiswa dulu, kalau dia sudah langganan di satu tempat, tidak mau lagi pesan di tempat lain, lebih dia pilih beli jauh-jauh, belum lagi kalau sudah makan, langsung bayar dan pergi begitu saja, kita kayak robot saja,”.
Ocehan kak mawar bukan tanpa sebab. Beberapa bulan terakhir, dagangan di kantin itu sudah tak selaris tahun-tahun sebelumnya. Bahkan kemarin, sudah ada pedagang yang memutuskan berhenti berdagang karena tak sanggup bayar sewa.
Menjamurnya kantin-kantin baru yang lebih fresh a.k.a modern menjadi satu penyebabnya. Di kantin baru, kamu akan menemukan tempat duduk lapang, suasana yang lebih bersih, dan menu makanan yang lebih lengkap. Meskipun harga dagangan lebih mahal di kantin baru, banyak mahasiswa, khususnya mahasiswa yang masih botak-botak memilih makan di sana.
Bayangkan jika kamu makan di kantin lama, bangkunya yang sudah sakaratul maut-sempit pula, dinding yang kayak tempat syuting film horor, serta senior-senior dengan rambut gondrong terurai menambah kesan angker tempat itu. Walhasil, mahasiswa-khususnya maba (Mahasiswa baru) enggan mengumpulkan niat dan keberaniannya makan di sana.
Jujur, saya gak enak memaksa siapapun makan di tempat tertentu. Kan, selera sesuatu yang tak bisa diperdebatkan. Kendati begitu, saya merasa tak tega kalau kantin lama dengan budaya tradisional serta ikatan emosional yang kuat hilang begitu saja, tergerus oleh kantin modern yang hanya melihat mahasiswa sebagai konsumen belaka, bukan sebagai keluarga.
Nah, berikut beberapa tips buat mahasiswa, khususnya yang masih botak-botak dan tunduk kalau jalan di depan seniornya.