Jangan Asal Endorse, Ini Strategi Influencer Marketing dari ICN

Jakarta, IDN Times - Brand yang kuat adalah brand yang dikenal luas oleh masyarakat, unik, dan bisa dibedakan dengan brand lainnya. Membangun sebuah brand sejatinya sama halnya dengan membangun identitas perusahaan. Untuk mewujudkannya, influencer marketing merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh brand. Seiring dengan bertambah masifnya penggunaan media sosial, strategi influencer marketing pun menjadi kian beragam. Yohana Sitompul selaku Digital Strategy Manager di IDN Creator Network, sebuah creator marketing platform di bawah naungan IDN Media, mengungkapkan hal-hal krusial yang harus diperhatikan oleh brand saat hendak menjalankan influencer marketing.
1. Tiga hal penting sebelum jalankan influencer marketing
Ada beberapa hal yang harus diketahui oleh brand sebelum menjalankan influencer marketing, mengingat tak ada tipe campaign yang "one type fits all" untuk tiap jenis bisnis. Menanggapi hal ini, Yohana berkata, “Ada poin-poin yang harus diperhatikan. Pertama, marketing objective. Kita harus paham apa tujuan dari pengadaan sebuah campaign melalui influencer marketing: apakah untuk awareness, conversion, promo, atau product launch?”
Selain itu, target audiens juga tak kalah penting untuk diperhatikan. “Kedua, target audiens. Dengan mengetahui target audiens brand, akan lebih mudah bagi kita untuk menentukan platform mana yang cocok untuk brand tersebut: Instagram, Twitter, Tiktok, Podcast. Namun, perlu ditekankan bahwa creator marketing platform jangan terus-terusan Instagram-minded. Everything always evolves, we always need to adapt. Pada kenyataannya, shift memang perlahan terjadi: dari Instagram ke Tiktok, misalnya,” sambung Yohana.
Tak hanya kedua hal di atas, referensi gaya konten yang akan diluncurkan oleh suatu brand juga perlu dipertimbangkan secara matang. “Ketiga, apakah soft-selling, ada alur ceritanya? Ataukah lebih to the point, menunjukkan produk dan menyatakan langsung apa benefit dari produk yang ditawarkan? Sekarang ini, kalau saya bilang, sih, lebih banyak yang pakai strategi soft-selling, meski ada juga yang tetap pakai strategi hard-selling. Strategi soft-selling lebih baik didukung dengan konsep honest review―kita buat seolah audiens tak tahu bahwa mereka sedang terkena exposure branding, begitu,” ujar Yohana detail.