Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Park Tae Hun (Jang Jae Ho) di drakor Salon de Holmes (instagram.com/y.one_entertainment)

Park Tae Hun (Jang Jae Ho) terbukti sebagai peniru Ribbon Man dalam drama Korea Salon de Holmes. Berkat kerja sama tim Zoom Vengers, ia berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian. Namun tragisnya, ia memilih mengakhiri hidupnya dengan cara mencekik diri menggunakan tali sepatu pada episode 9.

Gong Mi Ri (Lee Si Young) yang ingin menemuinya demi menggali informasi tentang Ribbon Man yang asli, hanya bisa terduduk lemas. Ia diliputi rasa putus asa karena belum juga menemukan siapa pelaku di balik kematian temannya. Berbagai alasan yang muncul hingga Park Tae Hun membuat keputusan tragis tersebut.

1. Park Tae Hun sudah terdoktrin dengan kalimat satpam Kim Hyeon Deok

Park Tae Hun (Jang Jae Ho) di drakor Salon de Holmes (instagram.com/y.one_entertainment)

Sebelum melakukan pembunuhan terhadap beberapa wanita, Park Tae Hun sempat bertemu dengan Kim Hyeon Deok (Kim Jung Ho). Saat itu, Park Tae Hun berniat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atap gedung. Namun, Kim Hyeon Deok yang melihat aksinya langsung menariknya dan berhasil menggagalkan percobaan tersebut.

Dalam kondisi mental yang labil, Park Tae Hun melihat sosok Kim Hyeon Deok sebagai satu-satunya orang yang memahami dirinya. Baginya, kalimat sederhana seperti, “Dengan harga diri serendah itu, anjing dan kucing bakal menggigitmu,” justru membuatnya merasa dianggap ada. Dari situlah, ia mulai menaruh kepercayaan dan melihat sang satpam sebagai sosok yang bisa mengisi kehampaannya.

Karena pikirannya sudah tak jernih, ia pun mengikuti isi secarik kertas yang memandunya dalam kegelapan. Kalimat “Lebih baik mati sebagai pemburu daripada mati sebagai mangsa” begitu melekat di hatinya. Sebelum bunuh diri, ia bahkan menuliskan kalimat itu di dinding toilet. Hingga akhir hayatnya, ia memilih bungkam tentang siapa sosok yang menyuruhnya melakukan aksi keji tersebut.

2. Park Tae Hun ingin lepas dari cengkraman sang ibu

Park Tae Hun (Jang Jae Ho) di drakor Salon de Holmes

Sejak kecil, Park Tae Hun tumbuh di bawah didikan keras ibunya, Choi Sun Ja (Park Ji Ah). Setiap kali ia gagal memenuhi perintah sang ibu, hukuman fisik dan verbal tak bisa dihindari. Dipukul, dihina dengan kata-kata kasar, hingga disuruh tidur di balkon adalah bagian dari kesehariannya.

Akibat kekerasan yang terus-menerus itu, ia tumbuh dengan perasaan rendah diri dan merasa tak bernilai. Bahkan setelah dewasa, ibunya masih saja menekan dan mengancamnya. Harapan sang ibu hanya satu, yakni anaknya harus selalu patuh dan menuruti semua permintaannya.

Tekanan batin itu membuatnya harus menjalani perawatan ke psikiater secara rutin. Namun bukannya membaik, kondisi mentalnya justru semakin memburuk. Pada akhirnya, satu-satunya cara yang ia lihat untuk terbebas dari bayang-bayang ibunya adalah mengakhiri hidupnya sendiri di dalam penjara.

3. Park Tae Hun merasa kehilangan kendali atas dirinya sendiri

Park Tae Hun (Jang Jae Ho) di drakor Salon de Holmes (instagram.com/y.one_entertainment)

Setelah ditangkap oleh polisi dan identitasnya sebagai peniru Ribbon Man terbongkar, Park Tae Hun mulai diliputi rasa malu dan kehilangan harga diri. Ia menyadari bahwa segala hal yang ia lakukan bukan berasal dari dirinya, melainkan dari tekanan luar yang tak mampu ia lawan. Rasa bersalah, kebingungan identitas, dan keputusasaan membuatnya merasa tidak lagi punya kendali atas hidupnya sendiri.

Alih-alih menemukan kelegaan, proses penangkapan justru memperparah kondisi mentalnya yang rapuh. Ia merasa hidupnya telah rusak tanpa bisa diperbaiki lagi, sementara semua orang hanya melihatnya sebagai pelaku kejahatan tanpa tahu luka-luka batinnya. Dalam kondisi seperti itu, kematian menjadi satu-satunya hal yang menurutnya masih bisa ia pilih sendiri.

Park Tae Hun adalah potret nyata dari seseorang yang runtuh karena luka masa lalu, tekanan lingkungan, dan rasa kehilangan arah. Dalam Salon de Holmes, ia menjadi simbol tragis dari jiwa yang hancur karena tak pernah benar-benar didengar. Kisahnya menjadi peringatan bahwa luka batin yang tak terlihat bisa berujung fatal jika dibiarkan begitu saja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team