Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berbicara ke rekan kerja (unsplash.com/M. Cooper)
ilustrasi berbicara ke rekan kerja (unsplash.com/M. Cooper)

Berurusan dengan rekan kerja yang perfeksionis memang bukan perkara mudah, apalagi kalau perfeksionismenya malah menghambat alur kerja tim. Mereka sering menuntut standar yang terlalu tinggi, terlalu detail, dan gak jarang memaksakan segala sesuatu harus sempurna meskipun waktu dan kondisi gak memungkinkan. Situasi ini bisa membuat pekerjaan jadi molor, bahkan menciptakan ketegangan yang gak perlu. Kalau terus dibiarkan, suasana kerja pun bisa terasa kaku dan melelahkan.

Perfeksionisme memang punya sisi positif, seperti hasil kerja yang rapi dan minim kesalahan. Tapi saat seseorang terlalu terjebak dalam standar idealnya sendiri, proses kolaborasi jadi terganggu. Tim butuh keluwesan, kecepatan, dan kepercayaan antaranggota, bukan tekanan berlebihan untuk menyempurnakan segalanya. Ada cara-cara cerdas dan elegan untuk menghadapi rekan seperti ini tanpa menimbulkan konflik. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan agar kerja tetap produktif meski berdampingan dengan perfeksionis garis keras.

1. Fokus pada proses, bukan hanya hasil

ilustrasi teamwork (unsplash.com/Videoters)

Perfeksionis cenderung terlalu terobsesi pada hasil akhir yang sempurna, sampai lupa bahwa proses juga punya peran penting. Saat rekan kerja terlalu sering mengoreksi hal kecil, penting untuk mengingatkan bahwa efisiensi dan keberlanjutan proses juga berpengaruh terhadap kualitas hasil. Daripada terpaku pada kesempurnaan yang gak kunjung selesai, lebih baik menekankan pada pencapaian target yang realistis dan progres yang konsisten.

Mulailah dengan diskusi terbuka tentang prioritas pekerjaan, lalu arahkan pembicaraan ke aspek proses yang efektif. Sampaikan bahwa revisi terus-menerus malah membuat pekerjaan jadi lambat dan rentan menumpuk. Dengan begitu, rekan kerja bisa belajar menyeimbangkan antara perfeksionisme dan kebutuhan tim secara keseluruhan. Keseimbangan ini penting supaya gak ada yang merasa tertinggal atau ditekan.

2. Tetapkan batas waktu yang tegas

ilustrasi melibatkan semua anggota tim (unsplash.com/Redmind Studio)

Salah satu dampak dari perfeksionisme adalah pekerjaan yang gak kunjung selesai karena terlalu banyak revisi. Menetapkan batas waktu bisa jadi solusi untuk mengontrol kecenderungan ini. Saat deadline sudah jelas, ruang untuk menyempurnakan hal kecil secara berlebihan pun otomatis berkurang. Ini bisa mendorong rekan kerja untuk lebih fokus pada penyelesaian daripada penyempurnaan yang gak ada ujungnya.

Gunakan jadwal kerja yang transparan dan melibatkan semua anggota tim. Sertakan tenggat untuk masing-masing tahapan agar perfeksionis di tim tahu kapan saatnya berhenti menyempurnakan dan mulai menyerahkan hasil. Deadline juga bisa dijadikan batas psikologis supaya dia tahu bahwa waktu kerja terbatas, dan gak semuanya harus sempurna. Kerja tim akan jauh lebih efisien kalau semua orang bergerak sesuai waktu yang disepakati.

3. Komunikasi dengan bahasa yang diplomatis

ilustrasi berbicara ke rekan kerja (unsplash.com/M. Cooper)

Menghadapi orang yang perfeksionis perlu strategi komunikasi yang hati-hati. Gak cukup hanya menyampaikan keberatan, tapi juga harus dengan cara yang gak menyinggung. Bahasa yang terlalu frontal bisa membuat mereka defensif, padahal tujuan utamanya adalah menciptakan pemahaman, bukan memperkeruh suasana. Gunakan pendekatan yang hangat dan profesional agar mereka merasa didengar tanpa merasa disalahkan.

Contohnya, alih-alih bilang “Cara kamu menyulitkan,” lebih baik mengatakan “Mungkin kita bisa cari pendekatan yang lebih fleksibel supaya gak memakan terlalu banyak waktu.” Kata-kata seperti ini bisa membantu menyampaikan maksud tanpa memperkeruh hubungan kerja. Komunikasi yang bijak bukan cuma soal berbicara, tapi juga mendengarkan dengan empati. Dengan begitu, kolaborasi tetap berjalan meskipun gaya kerja berbeda.

4. Tawarkan solusi, bukan sekadar keluhan

ilustrasi pembicaraan dengan rekan kerja (unsplash.com/SEO Galaxy)

Kalau rekan kerja terlalu perfeksionis, jangan cuma mengeluh soal sikapnya. Lebih baik ajukan solusi konkret yang bisa membantu tim tetap jalan. Misalnya, tawarkan metode kerja baru yang lebih ramping, buat checklist pekerjaan, atau bagikan cara alternatif yang sudah terbukti efisien. Orang perfeksionis biasanya terbuka terhadap hal yang terukur dan sistematis, asal disampaikan dengan logika yang kuat.

Ketika keluhan disertai usulan, situasi jadi jauh lebih produktif. Alih-alih menciptakan konflik, cara ini bisa menumbuhkan rasa kerja sama dan saling percaya. Solusi yang ditawarkan menunjukkan bahwa kita peduli pada kemajuan tim, bukan sekadar lelah menghadapi perfeksionisme. Hal ini juga bisa membuka mata rekan tersebut bahwa kesempurnaan gak selalu lebih baik daripada keberhasilan yang tepat waktu.

5. Beri ruang untuk refleksi diri

ilustrasi diskusi tim (unsplash.com/Small Group Network)

Perfeksionis gak selalu sadar bahwa sikapnya bisa menyulitkan orang lain. Maka, penting memberi ruang agar mereka bisa melakukan refleksi. Bukan dengan menggurui, tapi melalui diskusi evaluasi tim atau feedback mingguan yang disusun secara objektif. Saat mereka melihat bahwa kebiasaan menyempurnakan segala hal malah membuat proyek terlambat, mereka bisa mulai mengubah pendekatan.

Dorong tim untuk punya budaya feedback yang sehat. Saling terbuka soal apa yang perlu ditingkatkan dan apa yang justru membebani. Refleksi ini bukan untuk menyalahkan, tapi untuk memperbaiki ritme kerja bersama. Kalau perfeksionisme disadari dan dikelola dengan bijak, tim bisa mendapatkan hasil kerja yang maksimal tanpa mengorbankan waktu dan tenaga berlebihan.

Bekerja dengan rekan yang perfeksionis memang butuh kesabaran dan strategi. Tapi kalau ditangani dengan pendekatan yang tepat, perbedaan gaya kerja bisa saling melengkapi. Tim yang ideal bukan terdiri dari orang yang sama cara kerjanya, tapi dari orang-orang yang saling menghargai kekuatan dan kelemahan satu sama lain.

Kolaborasi akan jauh lebih kuat kalau ada komunikasi terbuka, pembagian tanggung jawab yang jelas, dan saling percaya. Gak perlu menyamakan semua cara kerja, yang penting arah dan tujuannya tetap sejalan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team