Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berbicara dengan atasan (freepik.com/freepik)
ilustrasi berbicara dengan atasan (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Kumpulkan data pekerjaan yang kamu pegang saat ini

  • Pilih waktu yang tepat buat bicara, jangan pas suasana tegang

  • Sampaikan dengan kalimat asertif, bukan curhat emosional

Pernahkah kamu merasa seolah semua tanggung jawab kantor ada di pundakmu sendirian? Sementara atasan terus memberikan tugas baru tanpa tahu kamu udah kewalahan dari minggu lalu. Mau bilang takut dikira gak sanggup, tapi kalau dipendam bisa-bisa burnout beneran.

Beban kerja berlebihan itu real dan bisa berdampak ke performa bahkan kesehatan mental. Bukan soal drama, tapi soal batas kemampuan yang perlu dihargai. Yuk simak lima cara profesional buat bilang ke atasan soal overload tanpa kelihatan mengeluh!

1. Kumpulkan data pekerjaan yang kamu pegang saat ini

ilustrasi perempuan membaca dokumen (freepik.com/jcomp)

Sebelum menyampaikan ke atasan, pastikan kamu tahu persis beban yang lagi kamu tanggung. Buat daftar tugas harian, deadline, dan tanggung jawab tambahan yang belakangan numpuk. Ini bukan buat drama, tapi jadi bukti konkret yang bisa bantu atasan paham situasi kamu.

Kalau obrolan cuma berdasarkan rasa lelah tanpa bukti, bisa aja dianggap kurang profesional. Tapi kalau kamu datang dengan catatan kerja yang jelas, atasan lebih bisa menanggapi secara objektif. Ini juga menunjukkan kalau kamu serius dalam menangani pekerjaanmu.

2. Pilih waktu yang tepat buat bicara, jangan pas suasana tegang

ilustrasi mengobrol dengan rekan kerja (freepik.com/wavebreakmedia micro)

Menyampaikan beban kerja itu butuh momen yang pas, bukan pas bos lagi stres atau diburu deadline. Cari waktu ketika suasana cukup tenang dan kamu bisa ngobrol tanpa gangguan. Bisa juga kamu minta waktu khusus buat one-on-one meeting.

Tujuannya biar pembicaraan berlangsung dengan kepala dingin dan gak emosional. Kalau suasananya udah enak, kamu bisa lebih nyaman menyampaikan masalahmu. Cara ini juga menunjukkan kamu menghargai waktu dan ritme kerja atasan.

3. Sampaikan dengan kalimat asertif, bukan curhat emosional

ilustrasi orang mengobrol (freepik.com/yanalya)

Hindari bilang “Saya capek banget dan gak sanggup lagi”, karena kesannya kamu menyerah. Lebih baik pakai kalimat seperti, “Saat ini saya sedang menangani beberapa proyek penting dan khawatir kualitasnya bisa menurun.” Nada kayak gitu terdengar lebih profesional dan solutif.

Kamu juga bisa tambahkan, “Saya butuh arahan prioritas agar semua bisa selesai dengan maksimal.” Ini bukan sekadar keluhan, tapi ajakan buat menyusun strategi bareng. Komunikasi asertif penting banget buat jaga profesionalitas sekaligus menyampaikan batasan.

4. Tawarkan solusi atau alternatif yang realistis

ilustrasi berbicara dengan atasan (pexels.com/@silverkblack)

Jangan datang ke atasan cuma bawa masalah tanpa ide solusi. Misalnya kamu bisa bilang, “Apakah proyek A bisa dialihkan ke tim lain, agar saya bisa fokus menyelesaikan tugas X dan Y sesuai target?” Dengan begitu, kamu tetap terlihat bertanggung jawab dan berpikir ke depan.

Atasan juga lebih menghargai karyawan yang gak cuma jujur, tapi juga inisiatif cari jalan keluar. Gak harus sempurna, yang penting kamu menunjukkan kalau kamu peduli sama hasil kerjamu. Ini juga bisa bantu atasan melihat kamu sebagai aset tim, bukan beban.

5. Jaga komunikasi tetap terbuka ke depannya

ilustrasi orang mengobrol (freepik.com/katemangostar)

Obrolan soal beban kerja gak cukup sekali, apalagi kalau kamu sering dapat tugas dadakan. Bangun kebiasaan check-in rutin dengan atasan, entah mingguan atau dua mingguan. Ini bisa jadi ruang buat evaluasi beban kerja dan progress kamu secara jujur.

Komunikasi yang terbuka bikin hubungan kerja jadi lebih sehat dan saling mengerti. Kamu juga jadi punya ruang aman buat jujur tanpa takut dianggap lemah. Jangan nunggu sampai burnout parah baru bicara, kamu berhak punya kontrol atas keseimbangan kerja.

Menyampaikan soal overload ke atasan itu bukan tanda lemah, tapi bukti kalau kamu peduli sama kualitas kerja dan kesehatan diri sendiri. Asalkan disampaikan dengan cara yang tepat, kamu tetap bisa terlihat profesional. Yuk, mulai berani atur ulang ritme kerja sebelum semuanya keburu meledak!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team