Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berkarier di dunia profesional
ilustrasi berkarier di dunia profesional (vecteezy.com/Paul Friesen)

Intinya sih...

  • Pendapat disampaikan tanpa memperhatikan timing.

  • Karisma dijadikan modal utama tanpa didukung kapasitas, validasi dicari secara berlebihan di lingkungan kerja.

  • Privasi rekan kerja tidak dihormati secara penuh, dan refleksi diri sering terabaikan dalam dunia profesional.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tes MBTI sering digunakan untuk memahami kecenderungan kepribadian, termasuk ekstrovert yang dikenal ekspresif dan mudah membangun relasi. Dalam dunia profesional, sifat tersebut bisa menjadi kekuatan, tetapi juga berpotensi menjadi kelemahan ketika tidak dikelola dengan tepat. Banyak orang yang cenderung terbuka merasa nyaman menunjukkan diri, padahal lingkungan kerja menuntut keseimbangan antara ekspresi dan pengendalian.

Tantangan yang dihadapi bukan hanya soal keterampilan teknis, melainkan juga bagaimana menjaga harmoni dengan rekan kerja dan atasan. Sikap terlalu aktif bisa dianggap mendominasi, semangat berlebihan bisa terlihat kurang fokus, dan kebutuhan validasi bisa mengganggu dinamika tim. Karena itu, penting untuk memahami kesalahan-kesalahan umum yang sering muncul. Berikut beberapa hal yang perlu diwaspadai agar perjalanan karier tetap sehat dan profesional.

1. Pendapat disampaikan tanpa memperhatikan timing

ilustrasi memberikan pendapat (pexels.com/Yan Krukau)

Dorongan untuk berbicara cepat sering membuat seseorang terbuka sebelum orang lain selesai menjelaskan. Hal ini berpotensi menutup ruang bagi kolega yang butuh waktu lebih lama menyusun pikirannya. Diskusi akhirnya tidak seimbang karena hanya berputar pada suara yang paling dominan. Situasi semacam ini bisa menimbulkan kesan bahwa seseorang tidak sabar atau tidak menghargai.

Mengendalikan keinginan untuk segera berbicara menjadi keterampilan penting. Menyimak dengan penuh perhatian, memberi jeda beberapa detik, lalu menanggapi dengan ringkas akan lebih dihargai. Selain membuat diskusi lebih produktif, cara ini juga menunjukkan kematangan profesional. Energi untuk mengekspresikan ide tetap tersampaikan, tetapi dengan ritme yang tidak mengganggu alur.

2. Karisma dijadikan modal utama tanpa didukung kapasitas

ilustrasi atasan (pexels.com/Rebrand Cities)

Kemampuan membangun kesan pertama memang memudahkan dalam lingkungan kerja. Namun, jika karisma terlalu diandalkan, pencapaian konkret sering kali tertutupi. Rekan kerja atau atasan mungkin awalnya terkesan, tetapi seiring waktu akan mencari bukti nyata dari kualitas yang ditawarkan. Ketika hal itu tidak ditemukan, kredibilitas bisa dipertanyakan.

Solusinya adalah menyeimbangkan persona sosial dengan kompetensi profesional. Menguasai detail pekerjaan, konsisten dalam hasil, dan mampu menyelesaikan masalah teknis akan memperkuat kepercayaan. Saat daya tarik pribadi berjalan seiring dengan keterampilan, reputasi akan lebih kokoh dan berjangka panjang. Kepercayaan yang terbangun pun tidak hanya berdasarkan kesan, melainkan pada kontribusi nyata.

3. Validasi dicari secara berlebihan di lingkungan kerja

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/EqualStock IN)

Setiap orang senang diakui, tetapi terlalu sering menuntut pengakuan justru bisa memicu kejengahan. Pujian untuk tugas kecil yang ditampilkan berulang kali membuat orang lain melihatnya sebagai bentuk haus perhatian. Jika terus dilakukan, kepercayaan dalam tim dapat terkikis. Bukan produktif yang terlihat, melainkan kebutuhan konstan untuk selalu dipuji.

Menghargai diri tanpa harus selalu diumumkan menjadi langkah yang lebih dewasa. Biarkan hasil kerja berbicara dengan sendirinya, sementara pujian datang sebagai konsekuensi alami. Tindakan sederhana ini bisa memperkuat citra profesional yang tenang dan matang. Ketika penghargaan datang, itu akan terasa tulus karena lahir dari pengakuan, bukan paksaan.

4. Privasi rekan kerja tidak dihormati secara penuh

ilustrasi rekan kerja (Pexels.com/garetsvisual)

Keterbukaan bisa membuat seseorang terbiasa menjalin kedekatan intens dengan orang lain. Namun, tidak semua kolega nyaman jika urusan pribadi disentuh terlalu jauh. Pertanyaan mendetail di luar konteks pekerjaan atau obrolan panjang ketika orang lain sedang sibuk bisa dianggap sebagai gangguan. Situasi ini, jika tidak disadari, berpotensi merenggangkan hubungan.

Kesadaran akan batas menjadi kunci penting. Mengamati ekspresi wajah, nada bicara, dan bahasa tubuh lawan bicara membantu menilai kapan saat yang tepat untuk berinteraksi. Menahan diri dari pertanyaan yang terlalu personal juga akan menunjukkan rasa hormat. Dengan begitu, suasana kerja tetap hangat tanpa mengorbankan kenyamanan masing-masing individu.

5. Refleksi diri sering terabaikan

ilustrasi refleksi (unsplash.com/Anthony Tran)

Kesibukan berinteraksi kadang membuat seseorang jarang berhenti untuk menilai kembali langkahnya. Aktivitas sosial yang padat bisa menimbulkan rasa puas semu, padahal masih ada aspek yang perlu diperbaiki. Tanpa evaluasi, kesalahan kecil cenderung berulang, entah itu dalam manajemen waktu atau penentuan prioritas kerja. Akibatnya, perkembangan karier berjalan lambat.

Meluangkan momen singkat untuk evaluasi diri mampu memberi dampak besar. Menulis catatan setelah proyek selesai, meminta umpan balik, atau mengingat kembali apa yang berjalan efektif akan membantu menyesuaikan langkah. Dengan refleksi, energi sosial tetap terjaga tetapi lebih terarah. Perjalanan karier pun tidak hanya ramai, melainkan juga terstruktur.

Kesalahan yang muncul dari sifat ekstrovert dalam dunia kerja bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi. Dengan kesadaran untuk mengendalikan diri, menyeimbangkan kemampuan sosial dan teknis, serta memberi ruang refleksi, peluang berkembang akan semakin besar. Karier pun bisa berjalan lebih sehat, profesional, dan berkelanjutan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team