Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang perempuan sedang bekerja.
ilustrasi fresh graduate bekerja (pexels.com/Mikhail Nilov)

Intinya sih...

  • Belajar langsung memberikan pemahaman yang lebih dalam.

  • Ritme kerja lebih melelahkan dari yang dibayangkan.

  • Banyak hal di luar jobdesc yang perlu kamu tangani.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Masuk ke dunia kerja pertama kali itu rasanya campur aduk, antara excited, takut, bingung, tapi juga pengin cepat berkembang. Kamu mungkin sudah dengar banyak cerita dari senior atau baca berbagai tips di internet, tapi tetap saja, rasanya beda banget ketika kamu sudah beneran duduk di depan meja kantor dan memulai hari pertama sebagai karyawan baru. Tiba-tiba, semua teori terasa jauh, dan kenyataan datang dengan versinya sendiri.

Justru di fase entry level ini kamu mulai belajar bahwa dunia kerja bukan cuma soal dapat gaji atau naik jabatan. Lebih dari itu, kamu akan bertemu berbagai pengalaman yang kadang bikin kamu terkejut, stres, atau malah bangga karena ternyata kamu bisa melewati semuanya. Realita-realita kecil inilah yang nantinya membangun mental kerja kamu. Berikut tujuh realita karier entry level yang baru terasa setelah kamu benar-benar masuk ke dunia kerja.

1. Banyak hal yang baru bisa dipahami setelah kamu terjun langsung

ilustrasi seorang perempuan bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Belajar teori itu penting, tapi pengalaman langsung selalu punya cara unik untuk bikin kamu lebih paham. Kamu akan menemukan bahwa banyak proses kerja berjalan tidak sesederhana yang kamu pelajari, kadang ada aturan tidak tertulis, budaya internal, atau cara bekerja tertentu yang hanya bisa kamu ketahui kalau kamu benar-benar ada di situ. Hal-hal seperti cara menyampaikan ide, kapan waktu yang tepat untuk bertanya, sampai bagaimana ritme kerja tiap divisi saling terhubung, semuanya baru terasa ketika kamu menjalani kesehariannya.

Kamu juga akan belajar bahwa dunia kerja jarang berjalan lurus seperti textbook. Ada kondisi yang berubah mendadak, target yang direvisi, atau masalah yang muncul tiba-tiba. Dari sini kamu akhirnya mengerti kenapa fleksibilitas, adaptasi, dan kepekaan itu penting banget. Proses belajar ini cepat atau lambat akan bikin kamu lebih luwes, lebih sigap, dan lebih bisa membaca situasi.

2. Ritme kerjanya ternyata lebih capek dari yang dibayangkan

ilustrasi burnout saat bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Walaupun kamu sudah terbiasa dengan tugas kuliah atau organisasi, ritme kerja tetap terasa berbeda. Ada tanggung jawab harian, deadline yang lebih ketat, dan standar kerja yang harus kamu penuhi. Kadang, kamu harus memproses banyak hal dalam waktu singkat, dan ritme itu sering membuat hari-hari pertama terasa sangat melelahkan. Bahkan hal sederhana seperti bangun pagi konsisten dan menyesuaikan pola tidur bisa jadi tantangan.

Namun seiring waktu, tubuh dan mental kamu mulai menyesuaikan. Kamu mulai belajar cara membagi energi, memahami cara kerja yang lebih efisien, dan mengatur waktu supaya tidak burnout. Kamu juga mulai bisa membedakan mana yang harus diselesaikan segera, mana yang bisa menunggu. Ritme kerja yang awalnya terasa "menghajar" kamu ini pada akhirnya akan membentuk ketahanan dan disiplin yang tidak kamu sadari sebelumnya.

3. Kamu akan menemui banyak hal yang di luar jobdesk

ilustrasi bekerja dari rumah (pexels.com/olia danilevich)

Saat interview, jobdesc biasanya terlihat jelas dan cukup terstruktur. Tapi ketika kamu sudah bekerja, kamu akan menyadari bahwa perusahaan itu seperti organisme hidup: banyak bagian yang saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan. Akhirnya, kamu akan sering diminta membantu hal-hal di luar jobdesc, entah jadi notulen meeting, bantu follow up klien, atau mendukung tim lain yang sedang kewalahan. Kadang kamu juga ikut mengerjakan proyek ad-hoc yang tiba-tiba muncul.

Walaupun terkadang bikin capek atau bingung, pengalaman ini justru membuka pintu untuk memahami bagaimana perusahaan berjalan secara utuh. Kamu jadi tahu proses-proses yang tidak terlihat dari luar, belajar banyak hal secara cepat, dan lebih fleksibel dalam bekerja. Di sisi positifnya, kamu punya kesempatan untuk membangun keterampilan tambahan dan menunjukkan bahwa kamu bukan tipe orang yang hanya menunggu perintah.

4. Kamu belajar bahwa soft skill lebih kelihatan daripada IPK

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Artem Podrez)

Di awal karier, kamu mungkin bangga dengan pencapaian akademis atau sertifikat yang kamu punya. Tapi begitu mulai kerja, kamu akan sadar bahwa yang paling menonjol justru soft skill-mu. Cara kamu berinteraksi dengan rekan kerja, cara kamu menyampaikan pendapat, menerima feedback, dan menangani konflik kecil jauh lebih mencerminkan kualitas dirimu daripada angka IPK. Orang kantor menilai kamu dari bagaimana kamu bekerja bersama tim setiap hari.

Hal ini juga membuat kamu sadar bahwa menjadi orang yang mudah diajak kerja sama adalah aset besar. Kamu bisa saja sangat pintar, tapi kalau sulit diajak koordinasi atau selalu defensif, itu akan menghambat perkembanganmu. Sebaliknya, orang yang komunikatif, terbuka, mau belajar, dan rendah hati justru lebih cepat dipercaya dan lebih cepat berkembang. Di sinilah kamu benar-benar melihat perbedaan besar antara pintar secara akademis dan kompeten secara profesional.

5. Kamu bakal ketemu berbagai tipe atasan dan rekan kerja

ilustrasi atasan dan karyawan (pexels.com/Jonathan Borba)

Dunia kerja mempertemukanmu dengan berbagai karakter yang tidak akan kamu temui di kampus. Ada atasan yang sangat suportif dan suka membimbing, tapi ada juga yang perfeksionis dan susah ditebak. Ada rekan kerja yang sangat helpful, tapi ada juga yang lebih individualis atau sensitif. Tantangan besar entry-level adalah belajar memahami gaya komunikasi dan ekspektasi tiap orang sambil tetap menunjukkan profesionalitas.

Pengalaman ini akan mengajarkan kamu banyak hal: cara menyesuaikan diri, membaca situasi, menghadapi konflik tanpa drama, dan membangun hubungan kerja yang sehat. Kamu juga akan belajar membedakan kritik yang membangun dan komentar yang hanya didasari mood. Pada akhirnya, pekerjaan bukan hanya tentang tugas, tapi juga tentang bagaimana kamu berinteraksi dengan manusia.

6. Kamu akan sadar pentingnya inisiatif

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/fauxels)

Di minggu-minggu awal, kamu mungkin sering takut salah atau ragu mengambil langkah tanpa instruksi. Tapi semakin lama kamu bekerja, kamu akan sadar bahwa atasan sangat menghargai orang yang punya inisiatif, seperti aktif bertanya, menawarkan bantuan, atau mencari solusi tanpa harus diminta. Inisiatif menunjukkan bahwa kamu punya rasa kepemilikan dan siap mengambil tanggung jawab.

Menumbuhkan inisiatif ini akan membuka banyak peluang. Kamu jadi lebih cepat dipercaya, sering diajak bergabung di proyek penting, dan lebih cepat belajar. Di sisi lain, kamu juga akan belajar membedakan mana inisiatif yang tepat dan mana yang terlalu terburu-buru. Kemampuan ini perlahan-lahan membentukmu menjadi versi diri yang lebih matang dan profesional.

7. Tahun pertama itu penuh ups and downs, dan itu normal

ilustrasi burnout saat bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Ada hari ketika kamu merasa sangat produktif dan bangga dengan pencapaianmu. Tapi besoknya, kamu bisa saja merasa tidak berguna karena membuat kesalahan kecil. Tahun pertama memang penuh naik-turun, dan sering membuatmu mempertanyakan kemampuan diri sendiri. Namun justru fase ini yang paling membentuk mental, ketahanan, dan pemahamanmu tentang ritme kerja.

Semua orang pernah melalui fase ini, meskipun tidak semua membicarakannya. Semakin kamu menerima proses ini sebagai sesuatu yang normal, semakin kamu bisa mengelola tekanan, menghargai progress kecil, dan memberi ruang untuk dirimu berkembang. Tahun pertama adalah fondasi. Pelan-pelan kamu akan menemukan ritmemu sendiri.

Itulah tujuh realita karier entry level yang baru terasa setelah kamu mulai kerja. Entry level bukan fase yang mudah, tapi justru di sinilah kamu akan melihat pertumbuhan diri paling besar. Setiap tantangan kecil adalah investasi untuk kariermu di masa depan. Jadi, teruslah belajar, beradaptasi, dan jangan bandingkan perjalananmu dengan orang lain, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team