Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seorang data analyst (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)
ilustrasi seorang data analyst (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Intinya sih...

  • Data analyst harus menghadapi data yang sangat besar dan beragam, meningkatkan risiko overthinking dan kehilangan fokus pada analisis utama.

  • Tekanan untuk memberikan hasil yang akurat membuat data analyst merasa harus selalu sempurna, mengulang analisis berkali-kali, dan mudah dipenuhi keraguan serta overthinking.

  • Menerjemahkan data kompleks menjadi informasi yang mudah dipahami oleh orang lain menimbulkan ketakutan akan kesalahpahaman, memicu keraguan berulang kali sebelum menyampaikan hasil.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjadi seorang data analyst memang terlihat menarik karena pekerjaan ini erat kaitannya dengan angka maupun pengambilan keputusan berbasis data. Namun di balik itu, banyak tantangan mental yang jarang disadari orang luar. Salah satunya adalah kecenderungan overthinking yang kerap muncul dari beban analisis yang kompleks.

Penyebabnya tidak hanya soal data yang besar, tetapi juga tekanan untuk menghasilkan kesimpulan yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Setiap langkah yang diambil bisa berdampak besar pada keputusan. Berikut lima alasan jobdesk seorang data analyst sangat rentan membuat otak berpikir berlebihan.

1. Berhadapan dengan data yang sangat besar

ilustrasi berhadapan dengan data yang kompleks (pexels.com/Artem Podrez)

Seorang data analyst sering kali harus mengolah data dalam jumlah yang sangat banyak dan beragam. Hal ini bisa menimbulkan rasa bingung, karena harus menentukan data mana yang benar-benar relevan untuk dianalisis. Semakin banyak data, semakin besar pula risiko merasa kewalahan.

Jika tidak hati-hati, seorang data analyst bisa terjebak dalam detail yang terlalu kecil dan akhirnya kehilangan arah pada analisis utama. Rasa takut salah memilih data membuat pikiran terus berputar mencari kemungkinan lain. Dari hal itu overthinking mudah muncul jika tidak segera diatasi.

2. Tekanan untuk memberikan hasil yang akurat

ilustrasi fokus menganalisis data (pexels.com/Mikhail Nilov)

Pekerjaan data analyst tidak hanya membuat laporan, tetapi juga memastikan hasilnya akurat. Satu kesalahan kecil dalam perhitungan bisa mengubah kesimpulan dan memengaruhi keputusan penting perusahaan. Tekanan demikian sering membuat mereka merasa harus selalu sempurna.

Karena tuntutan tersebut, banyak data analyst akhirnya mengulang analisis berkali-kali demi memastikan tidak ada yang terlewat. Proses demikian tentu menguras energi mental, apalagi jika batas waktu pengerjaan cukup ketat. Imbasnya, pikiran pun mudah dipenuhi keraguan dan overthinking.

3. Harus menerjemahkan data menjadi informasi yang mudah dipahami

ilustrasi seorang data analyst (pexels.com/Anna Tarazevich)

Data yang kompleks harus diubah menjadi informasi yang sederhana untuk dipahami oleh tim lain atau manajemen. Proses menerjemahkan angka ke dalam bahasa yang jelas sering kali tidak mudah. Seorang dana analyst harus memastikan pesan yang disampaikan tidak salah tafsir.

Ketakutan akan kesalahpahaman bisa menimbulkan keraguan berulang kali sebelum menyampaikan hasil. Akhirnya, seorang data analyst lebih banyak menghabiskan waktu untuk mempertanyakan cara penyampaian daripada fokus pada hasil yang sudah ada. Hal itulah yang kerap membuat otak terasa penuh.

4. Menghadapi ambiguitas dan ketidakpastian

ilustrasi seorang data analyst (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Tidak semua data selalu lengkap atau jelas. Sebagai seorang data analyst, ada kalanya data yang dimiliki tidak cukup untuk menarik kesimpulan yang kuat. Kondisi seperti itu membuat mereka terus memikirkan beragam alternatif skenario agar hasil analisis tetap bisa dipertanggungjawabkan.

Semakin tinggi tingkat ketidakpastian, semakin besar pula ruang bagi pikiran untuk berputar tanpa henti. Imbasnya, seorang data analyst menjadi sering bertanya-tanya mengenai kebenaran akan keputusannya. Situasi itulah yang sering memicu overthinking.

5. Tanggung jawab terhadap keputusan bisnis

ilustrasi seorang data analyst (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Hasil analisis data biasanya dijadikan dasar untuk keputusan bisnis yang penting, seperti strategi pemasaran atau pengembangan produk baru. Hal itu membuat seorang data analyst memikul tanggung jawab besar, karena kesalahan kecil bisa berdampak signifikan. Dengan demikian, setiap laporan dan rekomendasi harus disiapkan dengan cermat dan akurat.

Rasa takut untuk membuat keputusan yang salah sering menimbulkan beban emosional. Bahkan setelah laporan selesai, kekhawatiran apakah rekomendasi yang diberikan sudah tepat masih bisa menghantui. Pikiran menjadi sulit tenang karena tanggung jawab ini menuntut ketelitian dan pertimbangan yang matang.

Jobdesk seorang data analyst memang penuh tantangan, tidak hanya secara teknis tetapi juga mental. Kecenderungan overthinking muncul karena tingginya tuntutan akurasi, tanggung jawab besar, serta kompleksitas data yang dihadapi. Menyadari hal itu penting agar seorang data analyst bisa mencari strategi yang tepat, seperti manajemen waktu, istirahat cukup, dan membatasi perfeksionisme.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team