3 Bentuk Diskriminasi Para Lajang di Dunia Kerja, Kamu Ngalamin Juga?

Pada dasarnya, diskriminasi adalah perbedaan perlakuan karena latar belakang ataupun status tertentu. Diskriminasi juga sering terjadi di tempat kerja, entah itu diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, suku, ras ataupun agama.
Bentuk diskriminasi yang belum sering dibahas di lingkungan kerja adalah diskriminasi yang kerap dihadapi oleh para karyawan berstatus lajang alias belum menikah. Sebenarnya, bentuk diskriminasi ini acap kali disebabkan karena sikap manipulatif rekan kerja ataupun atasan yang kurang bijak dalam pembagian beban kerja.
Sikap manipulatif ini akhirnya menjadikan status lajang karyawan sebagai alat pembenaran untuk menambah beban kerja para karyawan lajang tanpa mengedepankan nilai keadilan.
1. Jadi sasaran utama yang harus menambah jam kerja
Karyawan berstatus lajang sering kali dianggap lebih punya waktu luang dibandingkan dengan karyawan yang sudah menikah. Akibatnya, ini sering dijadikan alasan mutlak ditunjuknya karyawan lajang untuk membereskan beban kerja kantor yang belum terselesaikan.
Tentunya penunjukan ini sering diiringi kalimat-kalimat manipulatif yang tidak bijak, misalnya, "Mbak Mawar aja ya yang mengerjakan tugas tambahan ini, kalau saya kan sudah menikah, apalagi Mbak Melati kan sudah punya anak, jadi kasihan kalau harus over time. Kalau kamu kan belum berkeluarga jadi lebih fleksibel lah kalau harus nambah jam kerja."
Gimana, kamu relevan dengan situasi di atas? Kalau kamu juga pernah mengalaminya, kamu boleh kok speak up ke atasan, tentunya berargumen dengan tenang dan sopan.
Ungkapkan saja jika kamu pun ada urusan setelah jam kerja. Nyatakan juga bahwa bukan status perkawinan yang jadi acuan utama pembagian kerja, tapi sebaiknya juga mempertimbangkan latar belakang keahlian, ranah tanggung jawab dan hak pegawai.
Terlepas dari status perkawinannya, setiap karyawan berhak istirahat cukup!