Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
hal yang cuma diketahui orang yang gagal interview berkali-kali
ilustrasi interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Intinya sih...

  • Gagal bukan tanda tidak mampu, tapi belum tepat waktu

  • Mengulang interview mengajarkan cara mengenali diri sendiri

  • Penolakan membentuk ketahanan emosional yang tidak semua orang miliki

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyak orang mencari berbagai tips interview agar bisa tampil meyakinkan di depan HR. Tapi jarang yang benar-benar membicarakan sisi lain dari proses ini  fase di mana seseorang sudah mencoba berkali-kali namun hasilnya tetap sama gagal.

Pengalaman itu sering dianggap memalukan, padahal justru di situlah pelajaran paling nyata tentang dunia kerja dan diri sendiri. Berikut lima hal yang hanya dipahami oleh mereka yang pernah merasakan kegagalan interview berulang kali.

1. Gagal bukan tanda tidak mampu, tapi belum tepat waktu

ilustrasi job interview (unsplash.com/Van Tay Media)

Banyak orang salah mengira bahwa gagal interview berarti mereka tidak cukup pintar atau menarik. Padahal, sering kali masalahnya bukan pada kemampuan, melainkan pada waktu yang belum berpihak. Proses seleksi kerja bukan hanya soal siapa yang terbaik, tapi siapa yang paling cocok untuk kebutuhan perusahaan saat itu.

Dari pengalaman gagal, seseorang belajar membaca ritme waktu kapan harus menunggu, kapan perlu mencoba lagi, dan kapan saatnya beralih arah. Mereka paham bahwa tidak semua hasil instan berarti kemajuan, dan tidak semua penolakan berarti akhir dari perjalanan. Perspektif inilah yang membuat mereka lebih tenang menghadapi proses berikutnya.

2. Mengulang interview mengajarkan cara mengenali diri sendiri

ilustrasi interview kerja (pexels.com/Edmond Dantès)

Mereka yang sudah beberapa kali gagal interview biasanya jadi lebih peka terhadap diri sendiri. Setiap sesi terasa seperti cermin memperlihatkan sisi yang belum matang dan potensi yang justru tak disadari sebelumnya. Alih-alih hanya menghafal jawaban, mereka mulai memahami nilai dan motivasi pribadi secara lebih jujur.

Kegagalan berulang mengajarkan refleksi, bukan sekadar strategi. Orang-orang ini belajar mengenali bagaimana caranya tetap terlihat profesional tanpa kehilangan autentisitas. Dalam dunia kerja yang serba cepat, kemampuan memahami diri sendiri adalah keunggulan yang jarang dimiliki banyak kandidat.

3. Penolakan membentuk ketahanan emosional yang tidak semua orang miliki

ilustrasi job interview (unsplash.com/The Jopwell Collection)

Tidak semua orang sanggup mendengar kata “maaf, kami memilih kandidat lain” berulang kali. Tapi bagi yang pernah mengalaminya, kalimat itu lama-lama menjadi bahan bakar semangat, bukan beban. Mereka belajar mengelola rasa kecewa tanpa membiarkannya berubah menjadi rasa rendah diri.

Dari situ, muncul perasaan untuk lebih tangguh dalam kehidupan profesional. Mereka menjadi lebih realistis, tapi tetap optimis. Sikap ini justru yang membuat mereka tampak lebih matang ketika akhirnya diterima bukan karena hasilnya sempurna, tapi karena prosesnya membentuk.

4. Kegagalan membuka cara pandang baru tentang dunia kerja

ilustrasi job interview (unsplash.com/Walls.io)

Bagi yang gagal interview berkali-kali, dunia kerja tidak lagi sekadar soal diterima atau ditolak. Mereka mulai melihat bahwa setiap perusahaan punya kultur dan nilai yang tidak selalu sejalan dengan pribadi mereka. Dari sana, muncul kesadaran bahwa mencari pekerjaan bukan hanya soal dapat kerja, tapi soal menemukan tempat yang benar-benar cocok.

Proses ini membuat mereka lebih selektif dan berani berkata tidak pada kesempatan yang tidak sejalan dengan nilai hidupnya. Mereka tidak lagi terjebak pada pola pikir “asal diterima” saja.  Melainkan mereka mulai memahami makna karier yang lebih personal.

5. Rasa gagal justru menumbuhkan empati dan perspektif baru

ilustrasi interview kerja (vecteezy.com/Анатолий Черкас)

Seseorang yang pernah gagal interview berkali-kali cenderung lebih memahami bahwa di balik setiap proses seleksi, ada sisi emosional yang nyata. Mereka tahu bagaimana rasanya menunggu kabar, berharap, lalu kecewa. Dari pengalaman itu, tumbuh empati terhadap orang lain yang sedang berjuang di tahap yang sama.

Empati ini sering kali menjadi bekal penting ketika mereka akhirnya bekerja. Mereka tahu bagaimana memperlakukan rekan kerja dengan lebih manusiawi, tanpa merasa lebih unggul. Sebab mereka pernah ada di titik bawah, dan memahami betul rasanya berjuang tanpa kepastian.

Pada akhirnya, setiap kegagalan interview bukan sekadar catatan buruk di perjalanan karier, tapi ruang belajar yang tak tergantikan. Banyak tips interview yang bisa membantu seseorang tampil meyakinkan, namun tidak ada yang bisa menggantikan pelajaran dari pengalaman nyata. Karena itu, ketika hasilnya belum sesuai harapan, mungkin pertanyaannya bukan “kenapa gagal?”, melainkan “apa yang bisa kupahami kali ini?”

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team