Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pembicaraan dengan rekan kerja (unsplash.com/SEO Galaxy)

Intinya sih...

  • Ambil jeda sebelum merespons saat emosi sedang panas-panasnya untuk mengelola perasaan dan berpikir lebih jernih.

  • Fokus pada masalah, bukan pribadi, agar diskusi cenderung lebih konstruktif dan tidak menyalahkan individu secara pribadi.

  • Sampaikan perasaan secara asertif dengan cara yang tenang dan jelas tanpa menyakiti orang lain untuk membuka ruang dialog positif.

Menjaga profesionalisme di tempat kerja gak selalu mudah, apalagi saat emosi mulai mendidih karena ulah rekan kerja. Konflik kecil bisa berubah besar kalau gak ditangani dengan bijak, bahkan bisa memengaruhi produktivitas dan citra diri secara langsung. Perbedaan pendapat, sikap tidak kooperatif, atau kesalahan yang terus diulang sering kali jadi pemicu utama munculnya rasa jengkel. Tapi di tengah tekanan pekerjaan, tetap tenang dan profesional adalah langkah dewasa yang layak dijaga.

Kalau emosi gak diredam dengan tepat, hubungan di tempat kerja bisa memburuk dan akhirnya mengganggu jalannya kolaborasi tim. Reputasi juga bisa tercoreng kalau temperamen pribadi lebih dominan daripada sikap profesional. Penting banget untuk tetap fokus sama tujuan kerja, meskipun sedang kecewa atau marah. Berikut cara yang bisa membantu menjaga profesionalisme saat sedang emosi terhadap rekan kerja, tanpa harus merusak hubungan atau integritas kerja.

1. Ambil jeda sebelum merespons

ilustrasi berpikir jernih (freepik.com/freepik)

Saat emosi sedang panas-panasnya, langsung merespons hanya akan memperkeruh situasi. Jeda sejenak memberi ruang untuk mengelola perasaan dan berpikir lebih jernih. Waktu istirahat sebentar bisa dipakai untuk menarik napas dalam, minum air, atau sekadar keluar dari ruangan untuk menjernihkan pikiran. Dengan begitu, reaksi yang diberikan akan lebih terkontrol dan penuh pertimbangan.

Langkah ini juga mencegah munculnya kata-kata yang bisa disesali di kemudian hari. Menghindari percakapan saat emosi sedang naik adalah pilihan bijak untuk mempertahankan komunikasi yang sehat. Bahkan satu-dua menit bisa cukup untuk membedakan antara reaksi emosional dan tanggapan profesional. Orang yang mampu mengendalikan dirinya cenderung lebih dihormati dalam lingkungan kerja.

2. Fokus pada masalah, bukan pribadi

ilustrasi pembicaraan dengan rekan kerja (unsplash.com/Surface)

Sering kali emosi meledak karena perasaan tersinggung secara pribadi. Padahal, yang perlu diselesaikan adalah masalah kerjanya, bukan karakter orangnya. Menyikapi situasi dengan memisahkan antara masalah dan individu akan membantu menjaga objektivitas. Cara ini juga bisa mencegah konflik semakin melebar ke hal-hal yang sebenarnya gak perlu dibahas.

Saat fokus tetap berada pada isu kerja, diskusi cenderung berjalan lebih konstruktif. Alih-alih menyalahkan, arahkan pembicaraan pada solusi yang bisa dicapai bersama. Komunikasi pun terasa lebih dewasa dan saling menghargai. Profesionalisme justru diuji ketika bisa menyelesaikan konflik tanpa menyentuh urusan pribadi.

3. Sampaikan perasaan secara asertif

ilustrasi pembicaraan dengan rekan kerja (unsplash.com/SEO Galaxy)

Menyimpan emosi terlalu lama justru bisa berdampak buruk. Daripada memendam dan meledak di kemudian hari, lebih baik sampaikan dengan cara yang tenang dan asertif. Asertif bukan berarti keras atau memaksa, tapi menyatakan isi hati dengan jelas tanpa menyakiti orang lain. Gunakan kalimat yang mencerminkan sudut pandang pribadi tanpa menyalahkan pihak lain.

Misalnya, daripada berkata “Kamu selalu bikin kerjaan jadi susah,” lebih baik ucapkan, “Aku merasa terganggu ketika alur kerja gak disepakati bersama.” Kalimat seperti itu membuat lawan bicara lebih mudah memahami tanpa merasa diserang. Menyampaikan perasaan dengan cara yang baik akan membuka ruang untuk dialog dan perubahan yang lebih positif. Ini juga menjadi latihan kedewasaan emosional dalam lingkungan profesional.

4. Jangan menyebarkan masalah ke kolega lain

ilustrasi rekan kerja (unsplash.com/Vitaly Gariev)

Godaan untuk curhat ke rekan lain memang besar saat sedang kesal, tapi langkah ini bisa memperkeruh suasana. Membicarakan masalah kerja dengan orang yang gak terlibat justru menciptakan rumor atau kubu-kubuan yang berbahaya. Lingkungan kerja jadi gak sehat kalau konflik pribadi dibawa ke ranah umum. Profesional sejati tahu kapan harus diam dan kapan harus bertindak.

Kalau memang perlu diskusi, lebih baik langsung kepada orang yang terlibat atau pihak yang berwenang seperti atasan atau HRD. Menjaga kerahasiaan konflik menunjukkan kedewasaan dalam menyelesaikan masalah. Ini juga bentuk rasa hormat terhadap rekan kerja, meskipun sedang ada gesekan. Lingkungan kerja yang sehat dibangun lewat kepercayaan dan keterbukaan, bukan gosip.

5. Ingat tujuan dan nilai profesionalitas

ilustrasi berpikir (freepik.com/jcomp)

Setiap orang datang ke tempat kerja dengan tanggung jawab dan tujuan masing-masing. Saat emosi sedang tinggi, mengingat kembali tujuan awal bekerja bisa membantu menenangkan diri. Profesionalitas bukan cuma soal keahlian, tapi juga bagaimana bersikap dalam tekanan. Dengan berpegang pada nilai dan etika kerja, seseorang bisa tetap tampil elegan meskipun sedang terluka.

Nilai-nilai seperti tanggung jawab, kerja sama, dan integritas bisa menjadi jangkar saat suasana hati gak bersahabat. Kalau hanya mengikuti emosi, seseorang bisa kehilangan arah dan malah mencoreng reputasinya sendiri. Sikap profesional akan dihargai jauh lebih tinggi daripada kemenangan dalam perdebatan. Mengingat kembali komitmen pribadi bisa membantu menjaga kepala tetap dingin.

Menjadi profesional bukan berarti gak boleh marah, tapi tahu kapan dan bagaimana mengelola amarah dengan benar. Sikap yang dewasa di tengah konflik justru menunjukkan kualitas diri yang sebenarnya. Lingkungan kerja yang sehat hanya bisa tercipta kalau setiap orang tahu cara menahan diri dan menghargai orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team