Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
illustrasi karyawan tertekan
illustrasi karyawan tertekan (pexels.com/Matheus Bertelli)

Intinya sih...

  • Karyawan terlalu fokus pada target hingga mengabaikan perasaan orang lain

  • Jarang memberikan apresiasi pada rekan kerja

  • Menghindari komunikasi tatap muka

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam dunia kerja yang serba cepat dan penuh tekanan, karyawan sering kali tanpa sadar mengadopsi kebiasaan yang justru menjauhkan mereka dari sifat empati. Padahal, empati menjadi salah satu kemampuan penting untuk membangun kerja sama tim yang harmonis, menjaga hubungan antar kolega, dan menciptakan suasana kerja yang sehat. Sayangnya, tekanan target, beban tugas, hingga persaingan antar rekan kerja membuat banyak orang mulai kehilangan sentuhan kemanusiaan di tempat kerja.

Kehilangan empati bukan hanya berdampak pada hubungan antarindividu, tetapi juga dapat menurunkan produktivitas dan memicu konflik internal yang merugikan perusahaan. Saat kebiasaan tertentu terus dilakukan tanpa disadari, perlahan rasa kepedulian terhadap orang lain menghilang. Hal ini bisa terjadi pada siapa saja, bahkan pada karyawan yang sebelumnya dikenal hangat dan mudah memahami orang lain.

1. Terlalu fokus pada target hingga mengabaikan perasaan orang lain

illustrasi konflik di tempat kerja (freepik.com/freepik)

Mengejar target memang penting, tetapi jika fokus berlebihan hanya pada angka dan hasil, hubungan antar kolega dapat terganggu. Karyawan yang selalu memprioritaskan capaian tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain cenderung memandang rekan kerja sebagai alat untuk mencapai tujuan. Lambat laun, interaksi pun menjadi kaku dan minim kehangatan. Situasi ini membuat empati terkikis karena perhatian terhadap kebutuhan emosional orang lain semakin berkurang.

Tekanan untuk mencapai target sering kali membuat seseorang menunda atau bahkan mengabaikan komunikasi yang sehat. Misalnya, memotong pembicaraan rekan kerja karena merasa waktunya terbuang, atau langsung menolak ide tanpa memberikan pertimbangan yang layak. Kebiasaan seperti ini dapat menumbuhkan jarak emosional, dan pada akhirnya mengurangi rasa saling menghargai di dalam tim.

2. Jarang memberikan apresiasi pada rekan kerja

ilustrasi apresiasi kerja (freepik.com/freepik)

Menghargai kontribusi rekan kerja adalah salah satu bentuk empati yang paling sederhana, tetapi justru sering diabaikan. Banyak karyawan terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri hingga lupa mengakui usaha orang lain. Padahal, apresiasi tidak selalu berbentuk materi; ucapan terima kasih atau pengakuan sederhana pun bisa memberikan dampak positif.

Ketika apresiasi jarang diberikan, rekan kerja bisa merasa tidak dihargai. Rasa saling percaya pun menurun, dan suasana kerja menjadi lebih dingin. Apresiasi yang konsisten akan mempererat hubungan, sedangkan mengabaikannya perlahan memudarkan ikatan emosional di tempat kerja.

3. Menghindari komunikasi tatap muka

ilustrasi interview (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Di era digital, banyak karyawan lebih memilih berkomunikasi lewat pesan instan atau email dibandingkan tatap muka. Meskipun praktis, kebiasaan ini dapat mengurangi interaksi emosional yang hanya bisa terbentuk dari kontak langsung. Tatap muka memungkinkan orang membaca ekspresi dan bahasa tubuh, yang menjadi bagian penting dalam membangun empati.

Ketika komunikasi tatap muka dihindari, potensi salah paham meningkat. Diskusi pun kehilangan sentuhan personal yang membuat hubungan kerja terasa dekat. Lambat laun, semua interaksi menjadi transaksional dan kering, tanpa ruang untuk memahami perasaan orang lain.

4. Membiarkan stres menguasai perilaku

illustrasi diskusi bisnis (pexels.com/Matheus Bertelli)

Tekanan kerja yang tinggi memang sulit dihindari, tetapi membiarkan stres menguasai perilaku justru berbahaya. Karyawan yang terbiasa membawa beban emosional ke dalam interaksi sehari-hari sering kali menjadi lebih mudah tersinggung atau defensif. Hal ini membuat suasana kerja menjadi tegang dan menghalangi terjadinya empati.

Stres yang tidak dikelola juga dapat menurunkan kemampuan mendengarkan secara aktif. Saat pikiran dipenuhi kekhawatiran, fokus terhadap orang lain berkurang. Akibatnya, kebutuhan rekan kerja terabaikan, dan hubungan pun menjadi renggang.

5. Terlalu kompetitif terhadap rekan satu tim

illustrasi tim individual (pexels.com/Sóc Năng Động)

Kompetisi sehat dapat memacu kinerja, tetapi ketika persaingan menjadi terlalu intens, hubungan antar kolega bisa terganggu. Karyawan yang terjebak dalam pola pikir “menang atau kalah” cenderung mengabaikan kepentingan bersama demi keuntungan pribadi. Sikap ini perlahan mengikis rasa saling mendukung dalam tim.

Persaingan berlebihan membuat setiap interaksi terasa seperti pertarungan yang harus dimenangkan. Akibatnya, ruang untuk memahami perspektif orang lain semakin sempit. Empati pun menghilang karena fokus sepenuhnya tertuju pada keunggulan diri sendiri.

Menjaga empati di lingkungan kerja membutuhkan kesadaran dan usaha yang konsisten. Dengan menghindari kebiasaan yang merusak hubungan emosional, suasana kerja akan menjadi lebih sehat dan produktif. Pada akhirnya, empati bukan hanya soal memahami, tetapi juga memberikan ruang bagi orang lain untuk merasa dihargai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian