Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Intinya sih...

  • Terlalu fokus pada gaji, lupa makna

  • Mengabaikan keseimbangan hidup

  • Tidak membangun jaringan sejak dini

Di awal perjalanan karier, banyak keputusan yang diambil dengan penuh semangat, tapi minim pertimbangan jangka panjang. Fokus sering kali hanya tertuju pada hasil instan tanpa memikirkan dampak lima hingga sepuluh tahun ke depan. Padahal, karier adalah maraton, bukan sprint singkat yang bisa diulang kapan saja.

Ketika waktu berjalan dan realita tak seindah ekspektasi, barulah penyesalan mulai bermunculan. Kesalahan yang dulu dianggap sepele bisa meninggalkan jejak panjang yang sulit diperbaiki. Untuk itu, memahami dan menghindari kesalahan perencanaan karier yang sering disesali belakangan adalah langkah penting bagi siapa pun yang ingin punya perjalanan karier cemerlang serta berkelanjutan.

1. Terlalu fokus pada gaji, lupa makna

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Yan Krukau)

Banyak orang memulai karier dengan mengincar angka besar di slip gaji sebagai indikator kesuksesan. Mereka jarang mempertanyakan apakah pekerjaan itu sejalan dengan minat, nilai hidup, atau memberi rasa bangga. Alhasil, keputusan awal cenderung transaksional dan mengabaikan aspek emosional.

Seiring waktu, tekanan kerja yang tinggi tanpa makna yang kuat bisa menimbulkan kejenuhan. Gaji besar tak lagi terasa cukup untuk menutupi rasa lelah, kehilangan arah, atau krisis identitas. Banyak yang akhirnya menyadari bahwa pekerjaan tanpa makna hanya menghasilkan kepenatan yang tak terbeli oleh uang.


2. Mengabaikan keseimbangan hidup

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/cottonbro studio)

Dalam usaha mengejar target karier, banyak orang terjebak dalam pola kerja tanpa henti. Mereka rela memangkas waktu istirahat, melewatkan momen keluarga, bahkan mengorbankan kesehatan fisik dan mental. Semua itu dianggap sebagai “harga yang wajar” demi kesuksesan.

Namun ketika tubuh mulai menolak dan relasi mulai retak, barulah kesadaran itu datang. Karier yang sehat seharusnya tidak membuatmu kehilangan hal-hal berharga dalam hidup. Keseimbangan antara produktivitas dan kebahagiaan pribadi adalah fondasi keberlanjutan dalam bekerja.


3. Tidak membangun jaringan sejak dini

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Banyak profesional muda mengira bahwa kerja keras dan hasil nyata sudah cukup untuk membangun reputasi. Mereka kurang menyadari pentingnya hubungan sosial dalam ekosistem profesional. Padahal, banyak kesempatan besar justru datang dari percakapan santai, rekomendasi teman, atau pertemuan tak terduga.

Tanpa jaringan yang kuat, kamu mungkin tidak tahu ada lowongan strategis, peluang proyek penting, atau mentor yang bisa membimbing. Dunia kerja tidak selalu adil pada yang bekerja paling keras, tapi sering berpihak pada yang punya akses dan koneksi. Membangun relasi profesional adalah investasi jangka panjang yang tak boleh ditunda.


4. Terlambat menyadari pentingnya soft skills

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kemampuan teknis memang jadi syarat utama saat memasuki dunia kerja. Tapi seiring kamu naik level, yang lebih dilihat adalah bagaimana kamu memimpin, bernegosiasi, atau menyelesaikan konflik. Sayangnya, banyak orang mengabaikan hal ini karena merasa cukup dengan skill yang bisa diukur.

Ketika promosi gagal diraih atau tim sulit diajak bekerja sama, barulah mereka sadar ada celah besar dalam kemampuan interpersonal. Keterampilan seperti komunikasi, empati, dan kepemimpinan bukan pelengkap, tapi justru penentu karier jangka panjang. Mengasah soft skill lebih awal akan mempercepat langkahmu menuju posisi strategis.


5. Bertahan di zona nyaman terlalu lama

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Thirdman)

Zona nyaman sering kali membuatmu merasa aman, dihargai, dan stabil. Tapi jika terlalu lama bertahan di situ, kamu akan kehilangan momen untuk tumbuh dan mengeksplorasi potensi baru. Ketika rutinitas mulai terasa hambar, artinya sudah waktunya kamu bergerak.

Banyak orang baru menyadari hal ini setelah bertahun-tahun merasa stuck di posisi yang sama. Mereka merasa menyesal karena tidak mengambil langkah lebih berani ketika waktu dan energi masih cukup. Zona nyaman itu menggoda, tapi bisa jadi jebakan manis yang diam-diam membatasi masa depanmu.


6. Tidak menyusun rencana jangka panjang

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Ivan Samkov)

Sebagian besar orang sibuk dengan target tahunan seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi cepat. Tapi tanpa arah jangka panjang, kamu bisa terombang-ambing mengikuti arus tanpa tahu sedang menuju ke mana. Rencana jangka panjang adalah peta yang menjaga fokusmu tetap tajam.

Ketika kamu tahu ingin jadi apa lima atau sepuluh tahun ke depan, kamu akan lebih selektif dalam mengambil langkah. Tanpa visi, kamu bisa terjebak dalam pekerjaan yang tidak sesuai atau berganti arah terus-menerus. Karier yang solid dibangun dari tujuan yang jelas dan langkah yang terukur.


7. Tak berani ambil risiko saat masih muda

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/fauxels)

Masa muda adalah waktu terbaik untuk bereksperimen, mencoba hal baru, atau keluar dari jalur umum. Sayangnya, banyak yang memilih jalan aman karena takut gagal atau takut terlihat “salah langkah”. Ketakutan ini membuat banyak peluang emas berlalu begitu saja.

Padahal, risiko yang diambil saat muda lebih mudah dikoreksi dan jadi pelajaran berharga. Semakin kamu menunda untuk mencoba, semakin sempit ruang eksplorasimu nanti. Banyak yang di usia matang menatap ke belakang dan berkata, “Seandainya dulu aku lebih berani, hidupku mungkin berbeda.”


8. Mengabaikan personal branding

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Di era digital, reputasi profesionalmu bisa dilihat siapa saja, kapan saja. Tapi banyak orang abai memperbarui LinkedIn, tidak membangun portofolio online, atau bahkan bingung saat diminta memperkenalkan diri. Ini membuat mereka tidak dikenali, meskipun punya kemampuan luar biasa.

Saat bersaing di dunia kerja, menjadi terlihat sering kali lebih dulu daripada menjadi hebat. Personal branding yang kuat membuatmu mudah diingat dan dipercaya. Ini bukan soal pencitraan palsu, tapi tentang menunjukkan potensi dan keunikanmu secara otentik.


9. Tak menyadari kapan harus berhenti

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kadang, kita bertahan karena takut kehilangan penghasilan, takut mulai dari awal, atau takut dilihat “gagal” oleh orang lain. Tapi jika pekerjaanmu membuatmu tidak bahagia setiap hari, itu bukan kemenangan—itu adalah alarm. Bertahan di tempat yang salah bisa menggerus kepercayaan diri dan semangat hidupmu.

Banyak yang akhirnya menyesal karena terlambat mengambil keputusan penting. Ketika kamu terlalu lama menunggu “waktu yang tepat”, kamu mungkin kehilangan momentum. Keberanian untuk berhenti dan memulai ulang sering kali justru menjadi titik balik terbesar dalam karier seseorang.

Perjalanan karier akan selalu penuh pilihan dan tantangan. Tapi dengan kesadaran yang tepat sejak awal, kamu bisa menghindari kesalahan perencanaan karier yang sering disesali belakangan agar tak menyulitkanmu. Jadikan daftar kesalahan ini sebagai pengingat untuk merancang karier yang bukan hanya sukses di atas kertas, tapi juga bermakna dalam hidupmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team