Banyak nasihat karier untuk perempuan yang terdengar bijak, tetapi menyimpan makna tersembunyi. Beberapa dari nasihat itu justru menuntut perempuan untuk mengikuti aturan yang tidak adil. Apabila diterima begitu saja, nasihat seperti itu bisa membatasi perempuan dalam proses berkembang.
Penting untuk tahu mana nasihat yang benar-benar mendukung, dan mana yang hanya bentuk kontrol terselubung. Terutama bagi perempuan yang ingin tumbuh tanpa dibatasi oleh harapan atau peran tertentu. Lima nasihat berikut perlu diwaspadai karena bisa menjadi bungkus halus dari patriarki.
5 Nasihat Karier untuk Perempuan yang Ternyata Berkedok Patriarki

1. “Jangan terlalu ambisius, nanti dianggap galak.”
Nasihat demikian sering terdengar seperti saran, tetapi sebenarnya justru bisa membatasi. Nasihat tersebut membuat seolah-olah perempuan yang memiliki tekad kuat itu menakutkan. Akibatnya, banyak perempuan memilih untuk menyembunyikan kemampuannya agar tetap diterima.
Padahal ambisi bukan soal laki-laki atau perempuan, tetapi soal individu yang memiliki arah dan tujuan hidup. Perempuan juga memiliki hak untuk bermimpi besar dan mengejarnya. Sehingga nasihat demikian sejatinya hanya akan menghambat perempuan yang ingin berkembang.
2. “Belajarlah bersabar, nanti juga dilihat kok.”
Nasihat untuk bersabar agar suatu saat bisa dilihat sering kali terdengar menenangkan, tetapi bisa menyesatkan. Di balik kata-katanya yang lembut, tersembunyi dorongan untuk menerima ketidakadilan tanpa protes. Sehingga perempuan yang menerima nasihat itu bisa jadi terdorong untuk terus menunggu pengakuan, meski kesempatan tak kunjung datang.
Padahal, menunggu tanpa kejelasan bukanlah solusi. Setiap orang, termasuk perempuan, berhak memperjuangkan tempatnya tanpa harus selalu menahan diri. Sabar itu penting, tetapi bukan alasan untuk membiarkan diri terabaikan.
3. “Yang penting kerja ikhlas, hasil pasti mengikuti.”
Nasihat untuk bekerja dengan ikhlas dan percaya hasil akan datang sendiri terdengar mulia, tetapi hal itu bisa membungkam perjuangan. Perempuan sering diajarkan untuk cukup bekerja keras tanpa banyak bicara atau menuntut haknya. Hal itu bisa membuat usaha mereka dianggap wajar-wajar saja, tanpa apresiasi yang layak.
Padahal, selain kerja keras, perempuan juga perlu ruang untuk dihargai dan diakui secara nyata. Mengandalkan keikhlasan saja tidak cukup jika sistemnya tidak adil. Mengangkat suara dan memperjuangkan hak bukan berarti tidak ikhlas, tetapi bentuk keberanian melawan ketimpangan.
4. “Pilih kerja yang tetap bisa urus rumah, ya!"
Saran agar perempuan memilih pekerjaan yang tidak mengganggu urusan rumah tangga terdengar masuk akal, tetapi sebenarnya membatasi. Perempuan seperti dibebani dua peran sekaligus, dengan tekanan utama tetap ada di ranah rumah tangga. Akibatnya, pilihan karier jadi sempit karena harus selalu disesuaikan dengan tugas rumah.
Padahal tanggung jawab rumah bukan hanya milik perempuan. Semua orang dalam keluarga bisa berbagi peran, termasuk soal urusan rumah tangga. Perempuan juga punya hak memilih pekerjaan sesuai minat dan potensi, bukan semata-mata yang cukup fleksibel untuk mengurus rumah.
5. “Perempuan sukses harus tetap rendah hati, jangan bikin orang lain minder.”
Nasihat agar perempuan sukses selalu tampil rendah hati sering terdengar manis, tetapi bisa jadi cara untuk mengecilkan pencapaiannya. Perempuan diminta untuk tidak terlalu menonjol, seolah keberhasilannya bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Akibatnya, banyak yang memilih merendah terus-menerus, meski sebenarnya punya prestasi besar.
Padahal menunjukkan keberhasilan bukan berarti sombong. Setiap orang berhak bangga atas usahanya, termasuk perempuan. Jika terus diminta menyembunyikan pencapaian, lama-lama keberhasilan perempuan tidak akan terlihat dan dihargai dengan layak.
Nasihat yang terdengar peduli belum tentu benar-benar mendukung pertumbuhan perempuan. Terkadang justru memperkuat batas tak terlihat yang menghambat langkah mereka. Sehingga penting bagi perempuan untuk menyaring setiap nasihat dengan sadar agar bisa tetap berkembang tanpa dibebani mindset patriarki.