5 Red Flags dalam Membuat Portofolio Data Science

Portofolio data science merupakan sekumpulan proyek yang bisa kamu jadikan sebagai amunisi untuk melamar pekerjaan di industri data. Memiliki portofolio data science berarti kamu sudah selangkah lebih maju dibandingkan kandidat lainnya. Tidak heran, jika akhir-akhir perusahaan sudah mulai mensyaratkan kandidatnya untuk melampirkan portofolio pada posisi tertentu. Portofolio menunjukkan skill yang dimiliki setiap kandidat, proyek yang pernah ditangani, spesifikasi kasus, kedalaman permasalahan, penggunaan tools yang tepat untuk menjawab tujuan riset, alur pemikiran, hasil temuan maupun bukti testimoni dari end-users sesuai dengan permasalahan yang diamati.
Membuat portofolio data science tidak segampang yang kita bayangkan. Apabila kamu adalah seorang pemula yang ingin berkarir menjadi data scientist maupun data analyst, penting untuk mengenali tanda bahaya atau “Red Flag” sebelum membuat portofolio data science. Kandidat yang asal-asalan membuat portofolio akan dinilai buruk di mata HRD. Yuk, simak apa saja “red flag” yang semestinya dihindari oleh pelamar ketika membuat portofolio data science. Jangan berani untuk lakukan ini!
1. Tidak jelas arah tujuannya ke mana
Portofolio yang dibuat harus punya tujuan yang jelas dan dapat diukur. Setiap proyek yang dikerjakan seharusnya memiliki permasalahan yang urgent dan menarik untuk dikaji. Kemudian dirumuskan melalui pertanyaan penelitian, masalah apa yang ingin dipecahkan, apakah ada alat atau tools yang sesuai agar bisa menyelesaikan semua permasalahan yang dipecahkan.
Sebagai calon data scientist, penting bagi kamu untuk menjelaskan secara rinci setiap tujuan dalam masing-masing proyek. Jadi, bukan semata-mata tujuan tertulis namun tidak ada implementasinya ketika dipraktikkan. Dengan begitu, rekomendasi yang dihasilkan pada akhirnya tidak dapat dieksekusi dengan baik dan sia-sia.