Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seseorang membersihkan pantry (freepik.com/freepik)
ilustrasi seseorang membersihkan pantry (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Menggunakan satu lap untuk semua permukaan- Memisahkan kain lap sesuai area yang dibersihkan- Rutin mencuci kain lap agar tidak jadi sarang bakteri

  • Memakai spons terlalu lama- Ganti spons setiap dua minggu sekali- Pastikan spons dikeringkan agar tidak lembap

  • Membersihkan kompor hanya saat terlihat kotor- Rutin membersihkan kompor setelah memasak- Lap bagian yang terkena noda saja

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dapur adalah tempat yang paling sering dipakai di rumah, jadi wajar kalau kebersihannya harus selalu dijaga. Namun, sering kali ada kebiasaan yang dianggap benar, padahal justru membuat dapur jadi kurang higienis. Alih-alih jadi bersih, cara yang keliru malah bisa bikin bakteri dan kotoran semakin menumpuk. Kalau dibiarkan, hal ini bisa berpengaruh pada kesehatan keluarga.

Membersihkan dapur itu memang tidak sekadar soal lap meja dan cuci piring. Ada teknik tertentu yang perlu diperhatikan agar hasilnya benar-benar maksimal. Sayangnya, banyak orang masih melakukan kesalahan yang sama tanpa sadar. Kalau kamu merasa dapurmu sudah bersih, bisa jadi ada cara yang sebenarnya keliru. Nah, inilah kebiasaan membersihkan dapur yang ternyata salah.

1. Menggunakan satu lap untuk semua permukaan

ilustrasi seorang sedang membersihkan meja (freepik.com/freepik)

Banyak orang terbiasa memakai satu lap untuk membersihkan semua area dapur. Dari meja, kompor, hingga wastafel, semua dilap dengan kain yang sama. Padahal, kebiasaan ini bisa memindahkan kuman dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya, bukannya makin bersih, justru makin kotor.

Idealnya, kamu perlu memisahkan kain lap sesuai area yang dibersihkan. Misalnya, satu untuk meja, satu untuk wastafel, dan satu lagi untuk kompor. Dengan begitu, kuman tidak berpindah secara bebas. Selain itu, jangan lupa rutin mencuci kain lap agar tidak jadi sarang bakteri.

2. Memakai spons terlalu lama

ilustrasi mencuci dengan spons (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Spons cuci piring sering dianggap bisa dipakai terus-menerus sampai rusak. Padahal, spons adalah benda paling mudah menyimpan bakteri. Kalau terlalu lama dipakai, kuman bisa menumpuk dan berpindah ke piring yang kamu cuci. Hasilnya, peralatan makanmu malah jadi kurang higienis.

Sebaiknya, ganti spons setiap dua minggu sekali agar tetap aman dipakai. Selain itu, pastikan spons dikeringkan setelah digunakan agar tidak lembap. Kamu juga bisa mensterilkannya dengan cara direndam air panas sesekali. Dengan begitu, spons tetap bersih dan bebas bau.

3. Membersihkan kompor hanya saat terlihat kotor

ilustrasi membersihkan kompor dapur (freepik.com/freepik)

Sebagian orang baru membersihkan kompor ketika noda sudah menumpuk. Padahal, minyak atau cipratan masakan yang dibiarkan terlalu lama bisa sulit dibersihkan. Kompor jadi tampak kusam dan kurang sedap dipandang. Belum lagi risiko kuman yang menempel semakin banyak.

Kebiasaan ini bisa kamu ubah dengan cara rutin membersihkan kompor setelah memasak. Tidak perlu sampai ribet, cukup lap bagian yang terkena noda saja. Dengan cara ini, kompor tetap terjaga kebersihannya tanpa harus menunggu kotor parah. Selain lebih higienis, dapur juga terlihat lebih rapi.

4. Membiarkan talenan basah setelah dipakai

ilustrasi talenan multifungsi (shopee.co.id/Trijaya Grosir)

Talenan adalah alat dapur yang sering dipakai, baik untuk memotong daging maupun sayuran. Banyak orang hanya membilasnya setelah dipakai, lalu membiarkannya dalam kondisi basah. Padahal, talenan yang lembap bisa jadi tempat berkembang biaknya bakteri. Hal ini terutama berbahaya jika dipakai untuk memotong bahan mentah.

Sebaiknya, cuci talenan dengan sabun lalu keringkan sebelum disimpan. Jika memungkinkan, pisahkan talenan untuk bahan mentah dan matang agar lebih higienis. Kamu juga bisa menjemurnya sebentar di bawah sinar matahari. Dengan begitu, talenan lebih awet dan bebas kuman.

5. Tidak rutin membersihkan gagang pintu dan sakelar

ilustrasi gagang pintu (freepik.com/lifeforstock)

Saat membersihkan dapur, banyak orang hanya fokus pada area besar seperti meja dan lantai. Padahal, ada bagian kecil yang sering disentuh tapi jarang dibersihkan, yaitu gagang pintu dan sakelar. Kedua benda ini bisa menyimpan banyak kuman dari tangan yang kotor. Kalau tidak rutin dibersihkan, bisa jadi sumber penyebaran bakteri.

Kamu bisa membersihkan gagang pintu dan sakelar dengan kain lembap yang sudah diberi cairan pembersih. Tidak butuh waktu lama, tapi hasilnya bisa sangat membantu menjaga kebersihan. Biasakan untuk melakukannya setidaknya seminggu sekali. Dengan cara ini, dapurmu benar-benar bersih sampai ke detail kecilnya.

6. Menunda mencuci piring kotor

ilustrasi mencuci piring dengan spons (freepik.com/freepik)

Piring kotor yang menumpuk di wastafel sering kali dianggap sepele. Banyak orang memilih untuk menundanya dengan alasan malas atau terlalu sibuk. Padahal, piring kotor yang dibiarkan bisa jadi tempat berkembang biaknya bakteri. Belum lagi aroma tidak sedap yang bisa menyebar ke seluruh dapur.

Kalau kamu tidak sempat mencucinya langsung, setidaknya bilas dulu agar sisa makanan tidak menempel. Dengan begitu, mencucinya nanti akan lebih mudah. Namun, alangkah baiknya kalau piring langsung dicuci setelah dipakai. Selain dapur lebih bersih, kamu juga tidak akan terbebani dengan cucian yang menumpuk.

Membersihkan dapur memang terlihat sepele, tapi ternyata ada banyak hal kecil yang sering terlewat. Dengan menghindari kebiasaan-kebiasaan yang salah, kamu bisa menjaga dapur tetap higienis. Ingat, dapur yang bersih bukan hanya enak dipandang, tapi juga membuat aktivitas memasak lebih nyaman. Jadi, pastikan cara membersihkanmu sudah tepat agar dapur selalu jadi tempat yang sehat bagi keluarga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team