Terorisme yang terjadi di Indonesia tidak hanya berdampak pada sisi psikologis orang dewasa, namun juga anak-anak. Sebabnya, korban meninggal karena tindak terorisme tidak mengenal usia dan jenis kelamin. Untuk itu, orang dewasa punya peranan besar untuk menerangkan terorisme kepada anak-anak.
Kasus terorisme yang melibatkan "pelaku" anak-anak di Surabaya dan Sidoarjo untuk pertama kalinya pada hari Minggu (13/5) menimbulkan kekhawatiran baru di dunia pendidikan. Anak kecil tidak bisa disebut pelaku karena mereka belum bisa menetapkan prinsip dan ideologi secara matang, murni menurut pada orangtua atau pihak yang lebih dihormati. Karenanya dunia pendidikan berusaha mencari solusinya.
Tidak hanya orangtua, guru juga punya peran besar dalam memberikan informasi yang tepat kepada siswa didiknya. Adapun, guru menjadi layer kedua setelah orangtua untuk menangguhkan persepsi siswa terhadap terorisme yang terjadi di Indonesia. Karenanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ikut serta berperan untuk menjadikan hal tersebut efektif sesuai tujuannya.