ilustrasi pedesaan(pexels.com/andreapiacquadio)
Di balik ketenarannya, ada pula miskonsepsi yang dapat menyebabkan kesalahan dalam memahami apa itu gaya hidup slow living. Menurut laman Pretty Slow, beberapa kesalahpahaman tentang slow living adalah sebagai berikut:
- Slow living berarti menjalani hidup secara tidak produktif
Slow living bukanlah tentang bermalas-malasan, tetapi lebih mengarah pada kesadaran dan kehati-hatian dalam memanfaatkan waktu. Dengan mengutamakan aspek perawatan diri, koneksi, dan pekerjaan yang berarti, kamu bisa sama produktifnya dengan mereka yang memiliki gaya hidup serba cepat.
- Slow living hanya cocok untuk yang tinggal di daerah
Meskipun slow living tampak lebih mudah jika dipraktikkan di daerah pedesaan ataupun kota kecil, hal ini tidak kemudian menjadikan penerapannya terbatas pada lingkungan tersebut. Gaya hidup ini bisa kamu praktikkan di segala latar, baik di kota, pinggiran kota, hingga pedalaman sekalipun.
- Slow living berarti lepas dari penggunaan teknologi
Benar bahwa slow living menekankan pada kehati-hatian dalam penggunaan teknologi, hal itu bukan berarti kamu harus meninggalkan teknologi sepenuhnya. Slow living mendorong individu untuk menggunakan teknologi dalam cara yang dapat mendukung keseimbangan hidup, dibanding membiarkannya mengendalikan kehidupan.
- Slow living hanya berlaku untuk orang kaya
Slow living dapat dipraktikkan oleh siapa saja, terlepas dari tingkat pendapatan dan status sosialnya. Meskipun ada sejumlah aspek dalam slow living, (seperti makanan organik atau gaya busana berkelanjutan) yang bisa jadi lebih menguras biaya, slow living pada dasarnya memprioritaskan pada kebutuhan yang paling penting bagimu. Dengan begitu, kamu bisa menjalani kehidupan sederhana yang memuaskan.