Meski sudah menjadi tradisi turun-temurun, ternyata masih ada sebagian kalangan yang pro dan kontra terkait hukum pelaksanaan walimatus safar. Kedua kalangan tersebut pun masing-masing memiliki dalil yang menjadi rujukannya.
Salah satu pihak yang membolehkan tradisi walimatus safar, memilih riwayat Imam Bukhari dari Sahabat Jabir RA sebagai dalil. Dilansir NU online yang mengutip Kiai Munawwir, berdasarkan riwayat tersebut, dirinya terlihat setuju dengan pelaksanaan tradisi walimatus safar. "Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah SAW ketika pulang dari Madinah melakukan penyembelihan kambing atau sapi," lanjutnya.
Jika ada pro, tentu ada kontra. Berbeda dengan sebelumnya, dilansir YouTube Tafaqquh Fiddin, mengutip ceramah ustaz Khalid Basalamah yang bertajuk “Hukum menghadiri Walimah Safar yang akan berangkat Haji atau Umrah”, dalam video ceramah tersebut, dirinya terlihat kurang setuju dengan pelaksanaan tradisi walimatus safar.
Ustaz Khalid mengaku bahwa pemahaman kata walimah (aksara Arab: وليمة) agak keliru sebab kata tersebut biasanya merujuk pada pesta pernikahan. Dirinya juga menambahkan bahwa sahabat dan Nabi tidak pernah ingin diketahui orang, kecuali darurat saat beribadah. Hal tersebut berkaitan dengan sikap ria yang mungkin akan timbul di dalam diri seseorang.
Islam memang melarang umatnya untuk berperilaku ria. Hal ini sudah dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa (38) yang berbunyi:
وَالَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ وَمَنْ يَّكُنِ الشَّيْطٰنُ لَهٗ قَرِيْنًا فَسَاۤءَ قَرِيْنًا
Artinya: “(Allah juga tidak menyukai) orang-orang yang menginfakkan hartanya karena riya kepada orang (lain) dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Akhir. Siapa yang menjadikan setan sebagai temannya, (ketahuilah bahwa) dia adalah seburuk-buruk teman.”.
Dilansir Tafsirweb yang mengutip Tafsir Al-Mukhtashar, ayat ini menjelaskan bahwa Allah akan memberikan azab yang menginfakkan hartanya jika hanya untuk dilihat dan dipuji sesama manusia serta tidak beriman kepada Allah dan tidak percaya pada hari kiamat. Adapun yang membuat manusia tersesat adalah kegemaran mengikuti setan. Barang siapa berteman dengan setan, maka setan adalah seburuk-buruknya sahabat.
Itulah arti walimatus safar, mulai dari definisi, sejarah, hukum pelaksanaan, hingga aktivitas yang termasuk dalam rangkaian acaranya. Terlepas dari hukum dibolehkan ataupun tidak, walimatus safar terus menjadi tradisi masyarakat Indonesia yang memiliki makna mendalam dan lahir dari sejarah yang panjang.