Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Buku "Merayakan Kehilangan" karya Brian Khrisna
Buku "Merayakan Kehilangan" karya Brian Khrisna (instagram.com/brian.khrisna)

Intinya sih...

  • Merayakan Kehilangan (2016)

  • Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati (2018)

  • Sisi Tergelap Surga (2018)

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di tengah riuhnya industri literasi Indonesia, ada satu nama yang selalu berhasil menjadi teman setia bagi mereka yang sedang berduka atau mencoba berdamai dengan masa lalu, ialah Brian Khrisna. Dikenal sebagai salah satu penulis Indonesia yang karyanya banyak mengangkat tema kehilangan, self-discovery, refleksi diri, dan isu sosial dengan gaya bahasa yang emosional dan relatable, terutama di kalangan pembaca muda.

Jika kamu sedang mencari bacaan yang tidak hanya menyajikan kisah cinta yang manis, melainkan sebuah panduan emosional untuk melalui fase terberat dalam hidup, kamu sedang membaca artikel yang tepat, nih. Mengambil semangat dari karyanya yang ikonis, berikut lima buku terbaik Brian Khrisna untuk teman merayakan kehilangan, yang wajib kamu baca!

1. Merayakan Kehilangan (2016)

Buku "Merayakan Kehilangan" karya Brian Khrisna (instagram.com/brian.khrisna)

Ini adalah buku pertama Brian Khrisna yang menggetarkan banyak pembaca. Buku setebal 222 halaman ini bukanlah novel, melainkan kumpulan puisi, sajak, dan esai pendek yang merekam seluruh spektrum emosi pasca-perpisahan. Judulnya sendiri adalah sebuah paradoks yang berarti: kita tidak merayakan rasa sakitnya, melainkan tentang menghargai diri sendiri yang telah berhasil melewatinya.

Kata-katanya sederhana tetapi puitis, dan isinya sangat relatable bagi siapa pun yang pernah merasakan ditinggalkan atau harus melepaskan. "Aku sudah bahagia sekarang. Terima kasih telah memutuskan untuk pergi. Caramu menyakitiku kemarin, adalah cara Tuhan mempertemukan aku dengannya; Hari ini." Kutipan tersebut secara sempurna merangkum pesan utama buku: bahwa perpisahan adalah jembatan menuju kebahagiaan yang sejati.

2. Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati (2018)

Buku "Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati" karya Brian Khrisna (instagram.com/brian.khrisna)

Setelah sukses dengan tema patah hati, Brian Khrisna menunjukkan karya penulisan yang lebih serius melalui novel ini. “Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati” adalah lompatan besar dari esai puitis ke dalam dunia narasi fiksi yang sangat berani, menyentuh isu kesehatan mental dan depresi yang kerap dianggap tabu.

Novel ini mengisahkan tentang Ale, seorang pria muda yang berjuang melawan depresi akut dan memiliki niat kuat untuk mengakhiri hidupnya. Namun, sebelum melakukan hal tersebut, ia memutuskan untuk menikmati satu hal terakhir yang ia cintai, yaitu makan seporsi mie ayam. Kisah ini kemudian berpusat pada pertemuannya dengan berbagai karakter, yang secara tidak sengaja memberikan Ale alasan-alasan kecil dan sederhana untuk menunda keputusannya, bahkan untuk terus bertahan hidup.

Meskipun membahas isu sensitif seperti depresi, self-harm, dan keinginan untuk mengakhiri hidup, tetapi buku ini menawarkan pesan kuat bahwa harapan sering kali ditemukan dalam hal-hal yang paling sederhana dan tanpa disadari selalu ada orang yang peduli di sekeliling kita.

3. Sisi Tergelap Surga (2018)

Buku "Sisi Tergelap Surga" karya Brian Khrisna (instagram.com/brian.khrisna)

Jika “Merayakan Kehilangan” berbicara tentang hati, dan “Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati” berbicara tentang jiwa, maka “Sisi Tergelap Surga” berbicara tentang kemanusiaan dan realitas sosial di balik gemerlap lampu ibu kota. Novel ini adalah sebuah cermin yang diarahkan pada sisi-sisi kelam kehidupan di Jakarta yang sering disembunyikan atau diabaikan oleh masyarakat. Brian Khrisna mengajak pembaca menyusuri kisah pilu dari karakter-karakter yang dianggap "buangan" di lorong-lorong sempit yang jarang tersorot, memperlihatkan bagaimana mereka bertahan di tengah ketidakpastian, ketidakadilan, dan impian yang bertentangan dengan realita kehidupan.

Buku ini direkomendasikan karena memberikan sudut pandang yang kritis dan humanis terhadap isu-isu sosial. Pembaca diajak untuk tidak menghakimi, melainkan mencoba memahami alasan di balik pilihan hidup yang sulit dari para karakter. Buku ini juga menunjukkan bahwa kehilangan tidak hanya berbentuk kekasih, tetapi bisa juga dalam hal kehilangan hak dan martabat sebagai manusia.

4. Parable (2019)

Buku "Parable" karya Brian Khrisna (instagram.com/brian.khrisna)

“Parable” hadir sebagai bacaan yang lebih tenang, tetapi sama-sama mengundang perenungan. Judulnya berarti perumpamaan yang memiliki pesan moral atau spiritual di dalamnya. Buku ini cocok untuk pembaca yang mencari inspirasi dan motivasi ringan tetapi memiliki makna yang mendalam.

Berbeda dengan novel yang memiliki alur cerita yang berjalan lurus, “Parable” menceritakan tentang Sadewa Sagara, seorang siswa SMA yang digambarkan serba kekurangan dan tidak menonjol. Ia berasal dari keluarga miskin, selalu mendapat peringkat terakhir di kelas, tidak menarik secara fisik, tidak memiliki keahlian khusus, dan selalu gagal dalam urusan asmara. Sadewa digambarkan sebagai potret nyata dari sebagian besar anak SMA yang biasa-biasa saja, selalu tersisih, mengalah, dan tidak pernah menang dalam hidup.

5. 23:59 (2017)

Buku "23:59" karya Brian Khrisna (instagram.com/brian.khrisna)

Judulnya sendiri memberikan vibe dramatis, seolah menceritakan detik-detik menjelang tengah malam, detik-detik penghabisan yang penuh harapan dan keputusasaan. Dalam novel ini, Brian Khrisna membahas kisah-kisah tentang cinta yang belum tuntas, penyesalan, dan harapan yang sia-sia dari seseorang yang memilih untuk terus menunggu. Meskipun waktu terus berjalan—mendekati pukul 23:59—tokoh utama masih terjebak pada masa lalu yang indah, berharap orang yang dicintai akan kembali “pulang”.

Buku ini sangat relatable bagi pembaca yang mungkin sudah mengikhlaskan, tetapi sesekali masih dihantui oleh "seandainya" atau "bagaimana jika". Buku ini adalah jembatan emosional antara keindahan merayakan kehilangan dan narasi fiksi yang bermakna dari Brian Khrisna.

Setelah menelusuri lima karya terbaik dari Brian Khrisna, satu hal yang jelas, buku-bukunya menawarkan lebih dari sekadar hiburan. Mereka adalah terapi emosional dalam bentuk kata-kata, yang mengajarkan kita bahwa kesedihan dan kehilangan adalah bagian alami dari proses menjadi manusia yang utuh. Kamu akan menemukan bahwa buku-buku ini bukan hanya tempat bersandar, tetapi juga pemandu untuk bangkit kembali.

Jadi, buku Brian Khrisna mana yang paling relatable dengan kisah hidupmu? 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team