5 Buku tentang Warisan Sejarah yang Terlupakan, Tak Tergantikan!

Intinya sih...
Humanimal – Bhanu Kapil: Kisah tragis dua gadis yang dibesarkan oleh serigala, mencerminkan luka kolonialisme dan kegagalan manusia memahami "liar" sebagai bentuk keberadaan.
The Descent of Alette – Alice Notley: Puisi eksperimental tentang pembebasan dari kekuasaan yang menindas dan simbolik makna hidup dalam dunia distopia.
Museum of the Americas – J. Michael Martinez: Mengungkap warisan mengerikan praktik casta, sistem pengkategorian rasial penjajah Spanyol di Amerika Latin.
Sejarah sering kali diisi oleh nama-nama besar dan peristiwa monumental. Sayangnya, di balik semua itu ada warisan-warisan yang nyaris tak terdengar. Beberapa di antaranya adalah cerita tentang orang-orang yang terlupakan, budaya yang dihapus, atau trauma yang diwariskan diam-diam antar generasi.
Buku-buku yang mengangkat tema semacam ini bukan hanya sekadar catatan sejarah alternatif, melainkan bentuk perlawanan terhadap ingatan kolektif yang selektif. Lewat puisi, fiksi, dan memoar, para penulis ini menggali kembali masa lalu dengan cara yang sangat personal dan menggugah. Mau tahu apa saja buku tentang warisan sejarah yang terlupakan? Kamu bisa baca kelima buku ini.
1. Humanimal–Bhanu Kapil
Kisah nyata yang tragis ini bermula di Bengal, India, ketika seorang misionaris Kristen mendengar kabar tentang dua gadis yang dibesarkan oleh kawanan serigala. Dengan niat menyelamatkan, ia membunuh serigala betina yang dianggap sebagai ibu dari anak-anak itu, lalu membawa mereka ke panti asuhan.
Gadis-gadis tersebut tidak pernah benar-benar bisa kembali menjadi manusia dan keduanya meninggal muda. Cerita ini sungguh terjadi, dan dalam buku Humanimal, Bhanu Kapil tidak hanya mengisahkan kejadian itu, tetapi juga merefleksikan luka kolonialisme dan kegagalan manusia memahami “liar” sebagai bentuk keberadaan.
Kapil menelusuri jejak dua gadis ini hingga ke kuburan mereka. Alih-alih mengeksploitasi cerita mereka, ia menulis dengan empati dan rasa ingin tahu yang dalam, seolah mencoba menghidupkan mereka kembali lewat tulisan.
2. The Descent of Alette–Alice Notley
Buku puisi eksperimental ini lahir dari rasa kehilangan mendalam Alice Notley terhadap saudaranya yang mengalami trauma berat setelah kembali dari Perang Vietnam dan meninggal akibat overdosis. Lewat tokoh fiksi Alette, Notley menciptakan dunia distopia di mana orang-orang dipaksa terus-menerus naik kereta bawah tanah oleh seorang penguasa tiran.
Di sepanjang perjalanan Alette, ia bertemu berbagai karakter dan penggalan kisah, sampai akhirnya diberitahu bahwa satu-satunya jalan keluar adalah dengan membunuh sang tiran. Perjalanan ini bukan hanya bersifat fisik, tapi juga simbolik tentang pembebasan dari kekuasaan yang menindas dan memutarbalikkan makna hidup.
3. Museum of the Americas–J. Michael Martinez
Melalui kumpulan puisi ini, Martinez mengungkap warisan mengerikan dari praktik casta, yaitu sistem pengkategorian rasial yang digunakan oleh penjajah Spanyol di Amerika Latin. Lukisan-lukisan casta awalnya dibuat untuk menentukan seberapa “putih” seseorang agar mendapat hak sipil.
Martinez menggunakan sejarah ini sebagai titik tolak untuk mengeksplorasi bagaimana kekuasaan kulit putih terus mendefinisikan dan mendominasi tubuh-tubuh mestizo dan pribumi. Martinez juga menyelipkan kisah pribadi, termasuk tentang ayahnya yang terkena dampak racun Agent Orange selama Perang Vietnam.
Buku ini tidak hanya menyoroti sejarah kelam yang jarang dibahas, tetapi juga menunjukkan bagaimana dampaknya masih membekas hingga hari ini.
4. Hild–Nicola Griffith
Novel ini membawa pembaca ke Inggris abad ke-7, saat kekuasaan raja, agama Kristen, dan perubahan sosial besar tengah membentuk ulang dunia. Tokoh utamanya adalah Hild, seorang gadis muda dengan kemampuan membaca tanda-tanda alam dan meramalkan masa depan. Karena keahliannya, ia menjadi penasehat raja sekaligus “peramal” istana.
Yang membuat menarik, Hild bukanlah tokoh fiksi belaka karena dia benar-benar ada dalam sejarah. Griffith menulis dengan riset yang mendalam dan imajinasi yang kuat menjadikan dunia Hild terasa hidup dan nyata. Hild menjadi representasi perempuan yang punya peran penting dalam sejarah, namun jarang dicatat.
5. The Grave on the Wall–Brandon Shimoda
Dalam memoar ini, Shimoda mencoba memahami hidup kakeknya, Midori, yang ditahan di kamp interniran selama Perang Dunia II hanya karena ia adalah imigran Jepang di Amerika. Midori adalah seorang fotografer yang senang memotret, namun justru kamera itulah yang membuatnya dicurigai dan dicap sebagai musuh asing.
Setelah Executive Order 9066 dikeluarkan, ia dipenjara di Montana tanpa proses hukum. Shimoda menelusuri jejak sang kakek, dari kota kelahirannya di Jepang hingga tempat penahanannya di AS. Dalam perjalanan ini, ia menghadapi dokumen kabur, ingatan samar, dan warisan trauma yang sulit dilacak.
Namun justru dari kepingan yang tak lengkap itu, muncul gambaran utuh tentang bagaimana rasisme dan kebrutalan perang membentuk generasi yang datang setelahnya. Buku ini adalah penghormatan yang tenang namun menghantui terhadap orang-orang yang terlupakan dalam sejarah.
Kelima buku tentang warisan sejarah yang terlupakan menunjukkan bahwa warisan sejarah tidak selalu berupa nama besar atau peristiwa yang diagungkan. Jika sejarah ditulis oleh para pemenang, maka buku-buku ini mengajak kita untuk mendengar suara mereka yang kalah. Nah, menurutmu kisah siapa lagi yang layak disuarakan kembali?