IDN Times Xplore/Askara Muda_SMAN 1 Gondangwetan
Bumi dibagi menjadi dua bagian oleh garis imajiner yang disebut garis ekuator atau khatulistiwa. Indonesia terletak di wilayah tersebut, sehingga membuatnya menjadi negara beriklim tropis. Iklim tropis identik dengan curah hujan tinggi dan suhu yang hangat hampir sepanjang tahun. Kondisi ini amat mendukung pertumbuhan hutan hujan tropis yang lebat.
Berdasarkan hasil pemantauan tahunan oleh kementerian kehutanan, menunjukkan bahwa luas hutan di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 95.5 juta hektare atau 51.1℅ dari total daratan. Dari luas hutan tersebut, pernahkah terbesit sebuah pertanyaan di kepala kalian, berapa banyak pohon yang ada di Indonesia? Diambil dari world population review, Indonesia masuk ke dalam peringkat ketujuh dari sepuluh negara dengan jumlah pohon terbanyak, yaitu sebanyak 81 miliar.
Dari puluhan miliar pohon yang ada, kondisi lingkungan seperti sinar matahari, kelembapan, cuaca tentu berganti. Kekurangan air dan nutrisi pada pohon menjadi salah satu faktor rusak dan keringnya daun. Daun yang kering serta telah kehilangan fungsi utamanya tak bisa dipertahankan lagi, sehingga jatuh ke tanah atau tertiup angin. Daun-daun kering yang berguguran tersebut adalah fenomena alami, agar pohon tetap bertahan dan dapat menyebarkan nutrisi ke daun lain.
Tentu tak terhitung jumlah daun kering yang dihasilkan setiap harinya, dan kita pasti pernah menyaksikan sendiri daun-daun kering itu berakhir ke mana—dibakar, atau dibiarkan hingga tanah menimbunnya. Dibakar, memang terlihat menjadi solusi yang sederhana dan efektif. Namun, ada resiko yang bersembunyi di baliknya, asap pembakaran menghasilkan karbon monoksida, formaldehida dan partikel-partikel halus yang dapat menurunkan kualitas udara serta menyebabkan dampak jangka panjang bagi kesehatan.
Selain sampah organik, juga terdapat sampah anorganik. Dalam pengelolaannya, masih penuh tantangan. Dari berpuluh ton sampah yang dihasilkan Indonesia pertahunnya, masih sekitar 40℅ sampah terkelola, sedangkan 60℅ sampah tidak terkelola (SIPSN).
Maka dari itu, perlu penanganan serius seperti mendirikan bank sampah, atau rumah kompos. Teknologi bisa semakin mendukung kedua hal tersebut terwujud, seperti munculnya aplikasi bank sampah, serta penggunaan alat-alat pendukung agar pembuatan kompos dari sampah organik menjadi lebih mudah. Melalui teknologi, para generasi muda dapat berkontribusi secara langsung agar alam menjadi lebih hijau, melalui tindakan kecil seperti memilah jenis sampah, dan menerapkan 3R.
Agar aksi bisa lebih serentak, para generasi muda bisa mengedukasi warga sekolah atau masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang benar. Workshop pembuatan kompos daun kering juga bisa dilakukan agar menghemat pupuk kimia serta memanfaatkan apa yang orang banyak kira itu hanya sampah. Awalnya akan terasa sulit, namun mulai terapkan semua itu dari diri sendiri, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Semuanya untuk bumi, dan nantinya akan kembali pada diri sendiri serta anak-cucu akan merasakan kenikmatan dari jerih payah kita. Karena jika bukan kita yang menjaga kehijauan bumi, lantas, siapa lagi?