IDN Times Xplore/INKBOASH_SMK Boash 1
Fast Fashion, Slow Destruction: Ketika Tren Menghancurkan Bumi
Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan Generasi muda yang lebih dominan. Generasi muda ini, khususnya Gen Z, menjadi kelompok paling aktif dalam mengadopsi tren, termasuk dalam dunia mode atau fashion. Namun, dalam mengikuti arus tren global, muncul satu fenomena yang ironis yaitu kecepatan konsumsi fashion yang justru mengancam keberlanjutan lingkungan. Inilah yang dikenal dengan istilah fast fashion.
Fast fashion disini merujuk pada produksi pakaian dalam jumlah besar, cepat, dan dengan harga murah, untuk merespons sebuah tren yang terus berganti. Fenomena ini seolah menjadi solusi bagi gaya hidup konsumtif generasi muda yang haus akan pembaruan visual, terutama di media sosial. Akan tetapi, di balik harga murah dan desain menarik, tersembunyi dampak lingkungan yang sangat besar. Limbah tekstil yang tidak terkelola, penggunaan air dan energi yang berlebihan, serta eksploitasi tenaga kerja menjadi konsekuensi yang tak bisa diabaikan.
Ironisnya, kesadaran terhadap dampak ini masih rendah, terutama di kalangan mahasiswa dan pelajar. Banyak dari mereka membeli pakaian hanya untuk sekali pakai—sekadar tampil “update" di platform digital, kemudian ditinggalkan begitu saja atau menumpuk dilemari. Kebiasaan ini memperkuat siklus konsumsi cepat, yang akhirnya menciptakan gunungan limbah pakaian di tempat pembuangan akhir.
Sayangnya disini pendidikan mengenai keberlanjutan di bidang mode belum mendapatkan porsi yang memadai di institusi pendidikan, bahkan di jurusan-jurusan yang berkaitan dengan desain atau ekonomi kreatif. Kurikulum yang ada belum sepenuhnya menyentuh aspek lingkungan dari industri fashion. Akibatnya, lahirlah lulusan-lulusan yang kreatif dalam menciptakan tren, namun belum memiliki kesadaran ekologis yang cukup untuk menahan laju kerusakan.
Dalam menghadapi persoalan lingkungan yang semakin kompleks ini, peran generasi muda Gen Z memiliki peran strategis sebagai agen perubahan. Melalui tema “Fast Fashion Slow, Destruction: Ketika Tren Menghancurkan Bumi Kita”, muncul seruan agar pemuda terlibat aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Isu ini tidak bisa lagi dianggap remeh, mengingat dampaknya sudah mulai dirasakan secara nyata di berbagai aspek kehidupan.
Mahasiswa sebagai kaum terdidik seharusnya mampu melampaui sekadar mengikuti tren gaya hidup. Mereka dituntut untuk menjadi contoh dalam menyuarakan nilai-nilai keberlanjutan, terutama dalam hal produksi dan konsumsi. Tidak hanya sebatas wacana, peran aktif ini bisa diwujudkan melalui langkah sederhana namun bermakna.
Beberapa alternatif solusi yang dapat dilakukan antara lain adalah mulai menggunakan pakaian bekas (thrift) sebagai bentuk pengurangan limbah tekstil, mendukung merek lokal yang berkomitmen pada prinsip keberlanjutan, serta menciptakan gerakan digital untuk menyebarluaskan kesadaran lingkungan secara lebih masif. Di era serba digital ini, teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk menciptakan inovasi ramah lingkungan, seperti sistem produksi yang efisien dan minim emisi.
Dengan kombinasi antara edukasi, aksi nyata, dan pemanfaatan teknologi, generasi muda diharapkan mampu menjadi motor penggerak perubahan menuju masa depan yang lebih hijau, bersih, dan berkelanjutan.