IDN Times Xplore/MetGalan_SMAN 39 JAKARTA
Setiap menit, setara satu truk penuh sampah plastik dibuang ke laut di seluruh dunia. Sungai-sungai di Indonesia, seperti Citarum dan Brantas, masuk daftar tercemar plastik paling parah di Asia. Pantai-pantai indah yang dulu bersih kini tertutup botol, kantong, dan sedotan sekali pakai. Sampah plastik tidak hanya merusak pemandangan, tetapi juga masuk ke rantai makanan melalui mikroplastik yang ditemukan di ikan, garam, bahkan air minum kemasan. Ancaman ini tidak lagi jauh dari kehidupan kita, ia sudah ada di piring makan dan udara yang kita hirup.
Bumi saat ini menghadapi berbagai masalah lingkungan yang mendesak, termasuk perubahan iklim, polusi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan penipisan sumber daya alam. Masalah-masalah ini saling terkait dan memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan di Bumi, dan masalah ini juga sebagian besar disebabkan aktivitas harian manusia. Permasalahan iklim dan polusi bahkan menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam agenda pembangunan secara global, atau lebih dikenal dengan Sustainaible Development Goals (SDGs). Dari 17 tujuan yang telah disepakati, pemasalahan iklim berada di peringkat 13. Keberlanjutan lingkungan adalah upaya yang berfokus pada pengurangan polutan yang berbahaya bagi bumi, dan memastikan bahwa generasi mendatang dapat mewarisi planet yang lebih bersih dan lebih sehat.
Salah satu ancaman terbesar yang dihadapi adalah sampah plastik. Esai ini akan menguraikan seberapa bahayanya sampah plastik terhadap kerusakan bumi, dan cara menanggulangi sampah plastik beserta cara mengurangi jumlahnya dalam aktivitas harian di sekolah. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan lebih dari 69,7 juta ton sampah per tahun 2023, dan sekitar 17% di antaranya berupa plastik. Sampah ini sulit terurai, bahkan bisa bertahan hingga ratusan tahun, sehingga berdampak buruk pada tanah, air, laut, hingga kesehatan manusia. Dalam artikel opini di Kumparan sekitar akhir 2024, Wahid Supriyadi menyampaikan bahwa "World Economic Forum (WEF) memperkirakan pada 2050 akan terdapat lebih banyak sampah plastik di laut dibandingkan jumlah ikan apabila tidak ada tindakan yang serius."
Namun, di tengah ancaman tersebut, muncul segelintir harapan dari generasi muda. Generasi muda kini dikenal lebih peka terhadap isu lingkungan, lebih kreatif mencari solusi, dan lebih mudah mengadopsi teknologi. Generasi muda mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan aksi dalam fungsinya sebagai agen perubahan. Agent of change diharapkan tidak hanya berakhir sebatas julukan yang dapat dibanggakan, tetapi bisa menjadi motivasi agar melalukan suatu gerakan perubahan. Dua hal utama yang bisa menjadi senjata generasi muda adalah edukasi (mengubah pola pikir masyarakat tentang sampah) dan teknologi (menghadirkan sistem inovatif yang memudahkan daur ulang). Peran generasi muda menjadi sangat penting dalam mendorong perubahan ini, karena generasi muda memiliki energi, kreativitas, dan akses pada teknologi yang dapat digunakan untuk menciptakan solusi berkelanjutan.
Bentuk edukasi yang bisa dilakukan antara lain memanfaatkan media sosial untuk membuat konten edukatif di Instagram, TikTok, dan YouTube mengenai bahaya plastik dan cara menguranginya, mengadakan kampanye digital dengan tagar khusus seperti #39BebasPlastik, hingga mengunggah video tutorial daur ulang sederhana. Sosialisasi langsung juga penting, seperti presentasi di kelas, workshop, lomba antar-kelas “Kelas Paling Ramah Lingkungan”, dan pemasangan poster edukasi di area sekolah.
Salah satu contoh nyata adalah gerakan di sekolah kami, SMAN 39 Jakarta. Kami sudah mulai menerapkan gerakan pengurangan plastik di kantin sekolah. Kantin kami kini tidak lagi menggunakan kantong plastik sekali pakai, melainkan mendorong siswa untuk membawa wadah sendiri, serta menyediakan wadah dari kertas yang mudah didaur ulang dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Langkah sederhana ini dapat memberi dampak besar bagi siswa-siswi SMAN 39, karena membentuk kebiasaan baru dalam mengurangi penggunaan plastik dan menjaga kelestarian lingkungan. Meskipun terlihat sederhana, inisiatif ini mencerminkan perubahan budaya yang sangat penting yaitu generasi muda mulai terbiasa hidup tanpa plastik sekali pakai.
Selain itu, generasi muda juga bisa memanfaatkan teknologi modern, misalnya melalui aplikasi atau platform digital yang mendukung daur ulang, seperti PlasticPay. PlasticPay adalah platform modifikasi perilaku sosial berbasis digital yang mengajak orang-orang untuk menukarkan sampah plastik dengan poin. Teknologi ini membantu masyarakat menukar sampah plastik menjadi poin digital yang bisa digunakan kembali, misalnya untuk membeli pulsa, membayar listrik, atau ditukar dengan produk ramah lingkungan. Inovasi seperti ini sangat cocok bagi generasi muda karena menggabungkan kebiasaan sehari-hari dengan gaya hidup digital. Di sinilah letak keunggulan generasi muda yaitu cepat beradaptasi dan mampu, sehingga plastik tidak berakhir sebagai sampah, melainkan kembali masuk ke rantai ekonomi sirkular.
Selain Reverse Vending Machine (RVM), terdapat juga teknologi lain yang mendukung pengelolaan sampah plastik, seperti Plastic Road yang mengolah plastik menjadi bahan dasar jalan, Ocean Cleanup System untuk mengangkat sampah dari laut, mesin pencacah dan pengepres plastik, bioplastik atau plastik biodegradable, serta aplikasi pemetaan bank sampah seperti eRecycle dan Gringgo. Semua ini membuka peluang baru bagi generasi muda untuk berinovasi.
Kombinasi antara teknologi seperti mesin RVM dan gerakan lingkungan di sekolah SMAN 39 menunjukkan bahwa generasi muda mampu menciptakan perubahan dari dua sisi yaitu penerapan solusi modern berbasis teknologi dan gerakan nyata di lingkungan terdekat. Dengan gerakan ini, generasi muda tidak hanya dipandang sebagai korban krisis lingkungan, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam menyelamatkan bumi dengan menjadi agen perubahan melalui kampanye digital dan aksi nyata di lapangan, mengadopsi gaya hidup zero waste, serta mengembangkan kreativitas dalam mengelola sampah melalui program daur ulang dan bank sampah.