IDN Times Xplore/Aksaramuda_SMAN 1 BUSANG
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menghadapi tantangan besar berupa krisis lingkungan hidup. Di Indonesia sendiri, masalah seperti polusi udara, kerusakan hutan, dan volume sampah yang terus meningkat menjadi isu yang sangat serius. Lingkungan sekolah tidak terlepas dari masalah ini. Mulai dari kebiasaan membuang sampah sembarangan, pemakaian listrik yang boros, hingga kurangnya kesadaran warga sekolah terhadap pelestarian lingkungan, menjadi cerminan bahwa pendidikan lingkungan hidup belum diterapkan secara merata dan mendalam.
Padahal, sekolah adalah tempat paling awal untuk menanamkan kesadaran dan perilaku cinta lingkungan. Pendidikan lingkungan hidup bukan hanya bagian dari materi pelajaran IPA atau Geografi, tetapi seharusnya menjadi bagian dari karakter dan budaya sekolah itu sendiri. Salah satu bentuk nyata upaya pendidikan lingkungan hidup di sekolah adalah melalui program Adiwiyata. Program ini bertujuan membentuk sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan. Sejak dimulai pada tahun 2006, program Adiwiyata terus berkembang. Hingga tahun 2023, tercatat ada 28.990 sekolah di seluruh Indonesia yang telah mendapatkan penghargaan Adiwiyata dari berbagai tingkatan, menunjukkan bahwa sekolah dapat menjadi pelopor dalam menyelamatkan lingkungan (KLHK, 2023).
Selain itu, pada tahun 2024, sebanyak 720 sekolah kembali menerima penghargaan Adiwiyata, termasuk 208 sekolah Adiwiyata Mandiri dan 512 sekolah Adiwiyata Nasional (Kemendikbud, 2024). Hal ini membuktikan bahwa transformasi pendidikan hijau telah berlangsung dan terus meluas. Namun demikian, masih banyak sekolah yang belum mengadopsi pendidikan lingkungan secara serius. Sebagian besar pendidikan lingkungan masih bersifat teori dan belum menyatu dalam kegiatan nyata sehari-hari.
Berbagai penelitian juga mendukung pentingnya pendidikan lingkungan sejak usia sekolah. Sebuah studi menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis lingkungan dapat meningkatkan kesadaran siswa terhadap pentingnya konservasi dari 45% menjadi 78%, dan partisipasi siswa dalam aksi lingkungan meningkat dari 30% ke 72% setelah mengikuti program pendidikan lingkungan (Jurnal Pendidikan Biologi, 2023).
Maka dari itu, diperlukan pendekatan baru yang menggabungkan edukasi hijau dengan kehidupan nyata siswa di sekolah. Hal ini dapat dimulai dari kegiatan sederhana seperti memilah sampah, membuat taman sekolah, menghemat energi, hingga membuat program digitalisasi kampanye lingkungan. Pemanfaatan teknologi seperti media sosial, aplikasi daur ulang, dan video kampanye digital juga dapat memperluas pengaruh pendidikan lingkungan agar lebih mudah diterima generasi muda.
Edukasi hijau dari sekolah tidak hanya penting untuk saat ini, tetapi menjadi investasi jangka panjang untuk masa depan bumi. Karena generasi muda hari ini adalah pemimpin bumi esok hari. Maka sudah saatnya sekolah menjadi titik awal dari perubahan besar yang ramah lingkungan.
Oleh: Angel Natahlin