IDN Times Xplore/23 Commanzines_SMAN 23 Jakarta
Di SMAN 23 Jakarta, permasalahan limbah kertas menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari. Hampir setiap hari, sekolah menghasilkan limbah kertas dari berbagai kegiatan, mulai dari surat-surat keterangan mengikuti kegiatan, surat dispensasi para murid, surat tugas guru, hingga tugas para siswa seperti laporan praktik. Namun, sumber limbah kertas terbesar berasal dari kegiatan ujian, terutama saat ujian tengah semester maupun akhir semester. Akibatnya, penumpukan limbah kertas terus bertambah setiap hari hingga populasi limbah kertas di sekolah semakin tinggi. Kondisi ini membuat guru dan staf sekolah kewalahan menyimpan kertas-kertas bekas yang sudah tidak terpakai.
Bank sampah milik SMAN 23 Jakarta yang awalnya menjadi solusi untuk mengelola barang-barang bekas, kini juga mengalami kesulitan dalam menampung dan mengolah limbah kertas. Jumlahnya yang semakin hari semakin banyak membuat sebagian kertas tidak dapat ditangani dengan baik. Hal ini tentu menimbulkan keprihatinan karena selain memengaruhi kebersihan lingkungan sekolah, juga menunjukkan perlunya upaya kreatif dalam mengelola limbah.
Dari permasalahan tersebut, Ekstrakurikuler Mading (Majalah Dinding) mencoba mencari solusi inovatif. Melihat banyaknya kertas bekas yang tidak terpakai, mereka berinisiatif mengubah limbah kertas menjadi karya seni. Ide ini berawal dari persiapan demo ekstrakurikuler pada masa MPLS tahun ajaran baru 2025/2026, di mana setiap ekstrakurikuler menampilkan pertunjukan atau karya untuk memperkenalkan diri kepada siswa baru. Mading ingin tampil berbeda dengan memanfaatkan limbah kertas sebagai bahan utama karya mereka.
Setelah melalui diskusi, diputuskanlah untuk membuat sebuah karya berbentuk peta Indonesia. Karya ini tidak hanya menjadi ajang kreativitas, tetapi juga simbol penting: dari sesuatu yang dianggap tidak bernilai, lahirlah karya yang memiliki makna dan estetika tinggi. Peta Indonesia dari bubur kertas ini dirancang sebagai wujud kepedulian siswa terhadap lingkungan sekaligus bentuk kecintaan pada tanah air.
Proses pembuatannya melibatkan seluruh anggota Mading. Mereka mengumpulkan kertas-kertas bekas dari setiap kelas, kemudian merendamnya hingga menjadi bubur kertas. Setelah itu, bubur kertas dicetak, dipadatkan, lalu dibentuk sesuai pola peta Indonesia. Agar lebih menarik, ditambahkan pula warna-warna alami sehingga peta tampak hidup dan mudah dikenali. Proses ini membutuhkan kerja sama, ketekunan, serta kesabaran, sehingga menjadi pengalaman belajar berharga bagi para anggota.
Hasil karya peta Indonesia dari bubur kertas bekas tersebut kemudian dipamerkan dalam acara demo ekstrakurikuler. Tujuannya tidak hanya untuk memperkenalkan Mading kepada siswa baru, tetapi juga mengedukasi seluruh warga sekolah tentang pentingnya pengelolaan sampah. Dengan demikian, karya ini menjadi bukti nyata bahwa limbah kertas dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat, bernilai seni, sekaligus membawa pesan lingkungan yang kuat. SMAN 23 Jakarta pun semakin dikenal sebagai sekolah yang peduli terhadap keberlanjutan lingkungan serta mendukung kreativitas siswanya.