IDN Times Xplore/SMESAMEDIA_SMKN 1 SURABAYA
Latar belakang
Menurut UU Nomor 8 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam berupa zat organik atau anorganik yang dianggap sudah tidak berguna lagi di lingkungan sekitar. Meskipun ada harapan bahwa jumlah sampah akan berkurang, faktanya justru sebaliknya, sampah makin hari makin bertambah. Permasalahan sampah ini menjadi masalah yang sangat kompleks dan tampaknya sulit untuk diselesaikan. Kata-kata “Reduce, Reuse, and Recycle” atau yang sering disebut dengan 3R, selalu diingatkan sebagai langkah penting dalam pengelolaan sampah. Prinsip ini mengajarkan kita untuk mengurangi penggunaan barang sekali pakai, menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai, dan mendaur ulang sampah sehingga tidak menjadi beban lingkungan.
Sayangnya, apatisme masyarakat masih menjadi kendala terbesar dalam penanganan sampah. Kepedulian yang kurang mengakibatkan sampah menumpuk di tempat-tempat yang tidak semestinya dan mencemari lingkungan sekitar, mulai dari air, udara, hingga tanah. Akibatnya, tidak hanya lingkungan yang rusak tetapi juga kesehatan masyarakat menjadi terancam karena berbagai penyakit dapat muncul dari pencemaran tersebut.
Sebanyak ini loh, sampah yang kita hasilkan.
Berharap sampah berkurang, tapi gaya hidup ga ramah lingkungan. Inilah realita yang terjadi di lingkungan kita, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pengelolaan sampah masih sangat rendah. Jika sikap seperti ini terus dibiarkan, maka masa depan bumi akan semakin suram akibat penumpukan sampah yang tidak terkendali. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) rata-rata satu orang Indonesia bisa menghasilkan sekitar 0,7-1kg sampah perhari, sedangkan penduduk Indonesia terdapat 270 juta jiwa. Berarti, sampah yang telah kita hasilkan mencapai lebih dari 175.000 ton perharinya, bahkan setara dengan volume bangunan Burj Khalifa 17 kali lipat. Saking banyaknya, volume sampah di tempat pembuangan umum (TPU) tidak sebanding dengan kemampuan pengelolaannya.
Terlebih lagi limbah rumah tangga mendominasi komposisi sampah nasional pada tahun 2024 yang mencapai hingga 50,8% pertahun. Reduce, Reuse and Recycle setiap kali kalimat tersebut muncul, kita diingatkan untuk mengurangi sampah, menggunakan kembali barang yang masih layak dan mendaur ulang sampah. Namun sifat apatis masyarakatlah yang menyebabkan kerugian bagi lingkungan, kesadaran untuk mengelola sampah masih terbilang sangat kurang. Kalau terus apatis terhadap sampah di lingkungan sekitar, lalu bagaimana nasib bumi kita? jika kita mau beraksi untuk mengelola sampah, mungkin saat ini sampah di Indonesia tak akan mencapai 56,63 juta ton. Dengan bangga kita bisa hidup bersih bebas dari sampah.
Haruskah memilah sampah?
Kehadiran sampah yang tidak bisa dikelola dengan baik ini dapat menimbulkan banyak efek negatif bagi lingkungan sekitar. Penyebabnya karena infrastruktur dan sistem pengelolaan sampah juga masih minim. Meskipun sudah menerapkan kebiasaan untuk membuang sampah pada tempatnya, hal tersebut masih kurang efektif dan menjadi hambatan untuk mengelola sampah. Membuang sampah bukan hanya soal menjaga kebersihan, tetapi juga soal menjaga keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Memilah sampah merupakan langkah sederhana namun sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Sampah yang tidak dipilah akan menimbulkan berbagai masalah, seperti tanah menjadi tandus dan bahkan berpotensi memicu bencana alam seperti longsor di tempat pembuangan akhir. Dengan membiasakan diri memilah sampah organik dan anorganik, masyarakat dapat mengurangi volume sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir serta mendukung proses daur ulang. Oleh karena itu, memilah sampah bukan sekadar kewajiban, melainkan juga wujud kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan yang pada akhirnya akan memberikan manfaat besar bagi kehidupan bersama.
Jika ditanya mengapa harus sungguh-sungguh membuang sampah dan memilahnya? Jawabannya sederhana: sampah yang tepat pengelolaannya bisa menjadi sumber penghasilan. Sampah organik yang diolah menjadi kompos atau ecoenzim mampu mendukung aktivitas pertanian dan penghijauan kota serta dapat dijual. Sementara itu, sampah plastik dan anorganik lainnya bisa didaur ulang menjadi barang bernilai jual dan dapat memberikan cuan bagi para pelaku usaha pengelolaan sampah.
SBLH Sang pengurai handal
Pemilahan sampah sepulang sekolah, mungkin ditelinga beberapa orang terdengar asing. Namun tahukah kalian di sekolah kami pemilahan sampah sudah menjadi budaya. Mengingat permasalahan sampah di lingkungan yang tak ada habisnya, di sekolah kami terdapat ekstrakurikuler yang sangat berperan untuk mengurangi sampah, dikenal dengan Sekolah Berwawasan Lingkungan Hidup atau disebut SBLH. SBLH mempunyai visi yaitu, mewujudkan sekolah yang berkelanjutan dan menjadi pelopor dalam upaya pelestarian lingkungan melalui keterlibatan aktif dan inovatif seluruh siswa. Adapun misi SBLH sebagai berikut,
Misi :
Melakukan berbagai kegiatan yang mendukung aksi peduli lingkungan
Melaksanakan Aksi nyata peduli lingkungan
Mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan mengenai lingkungan hidup
Bekerja dan menjalin hubungan dengan pihak dalam sekolah ataupun luar sekolah terkait dengan lingkungan.
Program SBLH ini berfokus pada pengolahan sampah, khususnya dari botol bekas dan berbagai jenis limbah lainnya. SBLH juga bekerja sama dengan tukang sampah utuk menjual kepada pihak ketiga lalu hasilnya dibagi rata, dalam 1 bulan SBLH bisa meraup uang hingga 1.000.000. mungkin terdengar sedikit, tetapi hal tersebut lebih baik daripada kita yang membayar untuk sampah. Sampah plastik seperti bungkus makanan, kantong plastik, gelas plastik dan sebagainnya melalui SBLH kami diajarkan bagaimana tata cara pembuatan paving block yang berkolaborasi dengan Human Inisiative, Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya ( PPNS) pada taun 2025. Sedangkan sampah organik, seperti daun, kulit, sisa buah dan sayur SBLH mengolah limbah tersebut menjadi eco enzyme
Eco enzyme & paving block sebagai solusi
Dari program SBLH terdapat 2 aksi yang bisa diterapkan pada lingkungan sekitar yaitu dengan Eco enzyme dan Paving Block. Eco enzyme Adalah proses pengolahan sampah sisa rumah tangga seperti sayur, kulit buah, potongan buah dan lain sebagainya yang bermanfaat untuk pembersih serbaguna. Tak hanya itu eco enzyme juga berguna sebagai pupuk cair untuk meningkatkan kualitas tanah. Sedangkan Paving block merupakan salah satu jenis material untuk pembangunan jalan atau area parkir yang semakin populer di Indonesia. Paving block adalah bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen, pasir dan air serta bisa dicetak dengan berbagai bentuk, sehingga memiliki pilihan bentuk yang beragam. Dengan Paving block juga memberikan permukaan jalan yang stabil dan tidak licin. Selain itu juga dapat bertahan hingga puluhan tahun dengan perawatan yang baik.