IDN Times Xplore/Jurnalistik Skasix_SMK Negeri 6 Semarang
Bayangkan kamu tinggal di rumah yang perlahan-lahan terbakar, tapi kamu sendiri yang malah memantik apinya. Setiap asap kendaraan, setiap tumpukan sampah plastik, setiap hutan yang hilang, adalah pemicu yang tanpa sadar menghancurkan Bumi, rumah kita satu-satunya yang kini menjadi semakin panas dan rapuh. Selama ratusan ribu tahun, planet ini menyediakan semua yang kita butuhkan untuk bertahan hidup dan berkembang, seperti tanahnya yang subur, airnya yang melimpah, oksigen yang mencukupi. Tapi apakah semua ini akan bertahan selamanya?
Saat ini Bumi sedang menghadapi masalah serius yaitu perubahan iklim. Fenomena ini bukan sekadar isu lingkungan, tetapi krisis global yang dampaknya sudah dirasakan di berbagai belahan dunia. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam melimpah, tidak luput dari ancaman ini. Menurut BMKG, perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam pola suhu, curah hujan, dan fenomena cuaca lainnya di Bumi. BMKG mencatat 2024 sebagai tahun terpanas disepanjang sejarah Indonesia, dengan suhu global naik 1,55 °C. Sedangkan pada tahun 2025, kemarau akan masuk pada bulan April hingga Juni, dan puncaknya pada Agustus di sebagian besar wilayah Indonesia. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, musim kemarau 2025 akan lebih pendek. Meski terdengar sepele, perubahan musim yang tidak biasa ini perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan berbagai ancaman, mulai dari cuaca ekstrem yang tidak terprediksi hingga risiko gagal panen. Salah satu dampak perubahan iklim yang akan kita bahas adalah kenaikan suhu bumi akibat aktivitas manusia.
Aktivitas manusia yang paling mendorong kenaikan suhu bumi diantaranya pembakaran bahan bakar fosil. Jakarta sebagai salah satu kota terpadat dengan jumlah penduduk 10,67 juta jiwa (Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2025), cenderung memiliki ketergantungan tinggi akan BBM terutama dalam sektor transportasi dan industri. Ketergantungan ini dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer Bumi, dan apabila terus-menerus menumpuk di atmosfer maka akan menyebabkan penipisan lapisan ozon.
Selain itu, penggundulan hutan juga berperan besar dalam naiknya suhu Bumi. Di perkotaan seperti Jakarta, alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman dan perkantoran, dapat mengurangi ruang terbuka hijau yang berfungsi menyerap karbon dioksida dan menyaring polusi udara. Akibatnya, suhu di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya, menciptakan fenomena yang dijuluki urban heat island atau pulau panas perkotaan.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik juga memperluas ancaman akibat kenaikan suhu bumi. Peristiwa longsoran sampah di TPA Galuga, Bogor, yang menewaskan seorang pekerja pada tanggal 11 Agustus 2025 menjadi bukti nyata, bahwa sampah bukan hanya soal kebersihan, tetapi juga ancaman lingkungan dan keselamatan. Diperparah dengan kebiasaan membakar dan menimbun sampah plastik, yang dapat melepaskan zat beracun seperti dioksin sehingga memperburuk kualitas udara dan meningkatkan suhu bumi. Selain itu, fenomena naiknya suhu bumi juga memberikan dampak pada kesehatan yang dapat membahayakan keberlangsungan hidup manusia, semacam gangguan pernapasan akibat polusi udara, berbagai penyakit menular seperti malaria, demam berdarah, TBC, dan kolera, serta kekurangan bahan pangan dan air bersih.
Dampaknya sangat mengerikan bukan? Ironisnya, menurut Survei Nasional PPIM UIN Jakarta tahun 2024, 21% masyarakat Indonesia masih meragukan fakta bahwa manusia berperan dalam perubahan iklim. Presentase ini membuktikan bahwa tidak sedikit orang menganggap kenaikan suhu ini sebagai fenomena alami.
Lalu siapakah yang berperan penting dalam menangani masalah perubahan iklim ini? Peran aktif Individu dan masyarakat merupakan kunci utama dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim, yaitu melalui cara A.S.I.K. :
- Aksi transportasi ramah lingkungan. Berjalan kaki, bersepeda, serta memanfaatkan adanya transportasi umum untuk aktivitas sehari-hari, dibandingkan menggunakan transportasi pribadi.
- Strategi penghijauan. Melakukan penghijauan di lingkungan terdekat, seperti di pekarangan rumah dan halaman sekolah. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan, yang minimal terdapat 30% dari luas wilayah sesuai UU No. 26 Tahun 2007.
- Implementasi 5R. Terdiri dari Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang), Repair (memperbaiki), Recover (memulihkan).
- Kuliah online lingkungan. Memanfaatkan platform media sosial sebagai ruang edukasi dan berbagi solusi mengenai permasalahan lingkungan.
Nah, kalian tahu gak sih? Sekarang, penduduk Indonesia didominasi oleh generasi muda. Di mana dominasi ini memberikan sepercik harapan dan potensi kemajuan serta perubahan di masa depan. Teknologi juga bisa menjadi alat yang sangat ampuh untuk memulai sebuah perubahan, terutama di era digital saat ini. Generasi muda yang tumbuh di era digital punya akses mudah untuk menyebarkan informasi, kampanye, dan edukasi melalui media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube bukan lagi sekadar hiburan, tapi juga ruang berbagi solusi. Contohnya, aksi-aksi kampanye seperti #ZeroWaste yang mengajak untuk mengurangi limbah plastik, tutorial DIY daur ulang, hingga video edukatif dengan mempromosikan gaya hidup berkelanjutan yang meningkatkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim. Kegiatan-kegiatan tersebut mungkin terlihat sepele, tetapi jika dilakukan secara konsisten dan melibatkan banyak orang, akan memberikan pengaruh nyata bagi lingkungan.