IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS
Dari Sampah Jadi Subur? Komposin Aja Bareng Si POKO!
Kurangi sampah, hijau kan bumi, selamatkan masa depan! Sampai saat detik ini, permasalahan lingkungan masih menjadi topik yang selalu diperbincangkan dan diperjuangkan jalan keluarnya. Negara kita, Indonesia, menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar lho teman-teman. Kok bisa?
Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama mengatakan Indonesia setiap tahun menyumbang gas rumah kaca sebesar 1,3 Gigaton CO₂. Indonesia berada di urutan kedelapan dunia dalam emisi gas rumah kaca, khususnya karbon dioksida (CO₂). Pelepasan CO₂ ini berasal dari pembakaran bahan bakar kendaraan, pembakaran pada pabrik, maupun pembakaran sampah. Emisi gas rumah kaca juga dapat disebabkan oleh pemakaian pupuk kimia pada sektor pertanian dan perkebunan. Penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan pelepasan dinitrogen oksida (N₂O) yang merupakan gas rumah kaca kuat ke atmosfer bumi. Emisi gas rumah kaca wajib kita waspadai karena menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi gas emisi rumah kaca? Orang-orang mungkin beranggapan bahwa menanam pohon bisa jadi solusi masalah bumi kita satu ini. Yup, upaya menanam pohon adalah salah satu solusi sekaligus investasi bagi bumi lestari. Namun, perlu diingat bahwasanya bibit pohon yang baru ditanam, memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap karbon dioksida dibandingkan dengan pohon yang sudah dewasa. Perlu waktu bertahun tahun sampai pohon yang ditanam bisa mencapai potensi maksimal nya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Yang lebih penting lagi, apakah saat ini kita bisa bertanggung jawab atas salah satu upaya kita tadi?
Coba saja bayangkan, dari setiap pohon yang ditanam pasti memiliki proses pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing. Dalam prosesnya, pohon memiliki hormon asam absisat yang berfungsi untuk menggugurkan daun sebagai respon dari adaptasi lingkungannya. Inilah salah satu dampak yang sama pentingnya dan perlu kita cari solusinya. Daun-daun yang gugur akan menjadi sampah organik yang tidak jarang kita lihat di lingkungan sekitar kita. Dimana ada sampah, perlu ada pengelolaan agar sampah tersebut tidak menumpuk. Salah satu cara cepat yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengelola daun-daun kering tersebut adalah dengan membakarnya.
Lho, memang nya apa yang salah dengan membakar daun kering? Jika dilihat dari segi masalah polusi udara di lingkungan, YA JELAS SALAH. Kenapa? Karena banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan dari satu kali membakar tumpukan sampah organik. Dampak nyata yang akan dirasakan ketika satu tumpukan sampah organik dibakar adalah meningkatkan polusi udara. Polusi udara tidak hanya berbahaya bagi kesehatan manusia, namun juga berbahaya untuk bumi kita. Pembakaran sampah organik akan menghasilkan metana, karbon dioksida (CO₂), dinitrogen oksida (N₂O) dan karbon monoksida (CO) yang merupakan senyawa gas rumah kaca yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global dan penipisan lapisan ozon. Inilah sebabnya bumi terasa semakin panas dan iklim menjadi lebih cepat berubah.
Kini, pastinya orang-orang sudah banyak yang tahu tentang dampak penggunaan pupuk kimia. Mengacu pada data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), kondisi 69% tanah pertanian di Indonesia rusak parah akibat pengelolaan yang kurang tepat. Salah satu faktornya adalah karena pemakaian pupuk kimia. Namun, tahukah kamu bahwa penggunaan pupuk kimia juga meningkatkan emisi gas rumah kaca?
Ternyata, selain berdampak buruk pada tanah, pupuk berbahan kimia juga bisa melepaskan N₂O, yaitu gas rumah kaca yang dampaknya ratusan kali lebih kuat dibanding CO₂. Konsentrasi N₂O di atmosfer sudah meningkat secara signifikan sejak Revolusi Industri, terutama karena aktivitas manusia yang meningkatkan penggunaan pupuk nitrogen dalam pertanian dan industrialisasi. Itulah mengapa perlu ada alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia, karena sumber emisi N₂O dari sektor pertanian adalah salah satu penyumbang utama emisi gas ke atmosfer.