Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS
IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS

Hai, Sobat IDN! 👋✨

Pernah nggak sih kepikiran kalau daun-daun yang berguguran dari pohon yang kita tanam ternyata bisa jadi harta karun buat bumi? Yup, kenalin nih Si POKO (Si Pengolah Kompos Organik), si kecil yang punya misi besar buat bikin lingkungan jadi lebih sehat dan hijau. 🌱

Lewat tema ini, mading digital kita bakal bahas gimana Si POKO bisa jadi solusi cerdas buat ngurangin polusi udara, nurunin emisi gas rumah kaca, sampai nyediain pupuk kompos ramah lingkungan yang bisa jadi alternatif pupuk kimia. 🔥

Nggak cuma sekadar info, kita juga pengen ngajak kamu semua buat #GoGreen bareng-bareng, karena perubahan besar itu dimulai dari langkah kecil yang konsisten. Jadi, siap kan kenalan lebih dekat sama Si POKO dan ikut jadi bagian dari gerakan hijau ini? 🌍💚

Tapi sebelum itu, yuk kenalan dengan penyusun karya mading ini -->

Tim D'URARA [SMAN CAHAYA MADANI BANTEN BOARDING SCHOOL] :

  • Guru Pembimbing: Erma Apriatin, S. pd

  • Ketua Tim: Dianty Marchaini Putri

  • Anggota Tim: Fitri Raisya Rahman, Keina Revanita Fitri, Nayla Zulfa Azzahra dan Putik Gaeran Suprapto.

Karya ini dibuat untuk keperluan kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa proses penyuntingan dari redaksi IDN Times.

Esai: Latar Belakang

IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS

Dari Sampah Jadi Subur? Komposin Aja Bareng Si POKO!

Kurangi sampah, hijau kan bumi, selamatkan masa depan! Sampai saat detik ini, permasalahan lingkungan masih menjadi topik yang selalu diperbincangkan dan diperjuangkan jalan keluarnya. Negara kita, Indonesia, menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar lho teman-teman. Kok bisa?

Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama mengatakan Indonesia setiap tahun menyumbang gas rumah kaca sebesar 1,3 Gigaton CO₂. Indonesia berada di urutan kedelapan dunia dalam emisi gas rumah kaca, khususnya karbon dioksida (CO₂). Pelepasan CO₂ ini berasal dari pembakaran bahan bakar kendaraan, pembakaran pada pabrik, maupun pembakaran sampah. Emisi gas rumah kaca juga dapat disebabkan oleh pemakaian pupuk kimia pada sektor pertanian dan perkebunan. Penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan pelepasan dinitrogen oksida (N₂O) yang merupakan gas rumah kaca kuat ke atmosfer bumi. Emisi gas rumah kaca wajib kita waspadai karena menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi gas emisi rumah kaca? Orang-orang mungkin beranggapan bahwa menanam pohon bisa jadi solusi masalah bumi kita satu ini. Yup, upaya menanam pohon adalah salah satu solusi sekaligus investasi bagi bumi lestari. Namun, perlu diingat bahwasanya bibit pohon yang baru ditanam, memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap karbon dioksida dibandingkan dengan pohon yang sudah dewasa. Perlu waktu bertahun tahun sampai pohon yang ditanam bisa mencapai potensi maksimal nya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Yang lebih penting lagi, apakah saat ini kita bisa bertanggung jawab atas salah satu upaya kita tadi?  

Coba saja bayangkan, dari setiap pohon yang ditanam pasti memiliki proses pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing. Dalam prosesnya, pohon memiliki hormon asam absisat yang berfungsi untuk menggugurkan daun sebagai respon dari adaptasi lingkungannya. Inilah salah satu dampak yang sama pentingnya dan perlu kita cari solusinya. Daun-daun yang gugur akan menjadi sampah organik yang tidak jarang kita lihat di lingkungan sekitar kita. Dimana ada sampah, perlu ada pengelolaan agar sampah tersebut tidak menumpuk. Salah satu cara cepat yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengelola daun-daun kering tersebut adalah dengan membakarnya.

Lho, memang nya apa yang salah dengan membakar daun kering? Jika dilihat dari segi masalah polusi udara di lingkungan, YA JELAS SALAH. Kenapa? Karena banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan dari satu kali membakar tumpukan sampah organik. Dampak nyata yang akan dirasakan ketika satu tumpukan sampah organik dibakar adalah meningkatkan polusi udara. Polusi udara tidak hanya berbahaya bagi kesehatan manusia, namun juga berbahaya untuk bumi kita. Pembakaran sampah organik akan menghasilkan metana, karbon dioksida (CO₂), dinitrogen oksida (N₂O) dan karbon monoksida (CO) yang merupakan senyawa gas rumah kaca yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global dan penipisan lapisan ozon. Inilah sebabnya bumi terasa semakin panas dan iklim menjadi lebih cepat berubah.

Kini, pastinya orang-orang sudah banyak yang tahu tentang dampak penggunaan pupuk kimia. Mengacu pada data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), kondisi 69% tanah pertanian di Indonesia rusak parah akibat pengelolaan yang kurang tepat. Salah satu faktornya adalah karena pemakaian pupuk kimia. Namun, tahukah kamu bahwa penggunaan pupuk kimia juga meningkatkan emisi gas rumah kaca?

Ternyata, selain berdampak buruk pada tanah, pupuk berbahan kimia juga bisa melepaskan N₂O, yaitu gas rumah kaca yang dampaknya ratusan kali lebih kuat dibanding CO₂. Konsentrasi N₂O di atmosfer sudah meningkat secara signifikan sejak Revolusi Industri, terutama karena aktivitas manusia yang meningkatkan penggunaan pupuk nitrogen dalam pertanian dan industrialisasi. Itulah mengapa perlu ada alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia, karena sumber emisi N₂O dari sektor pertanian adalah salah satu penyumbang utama emisi gas ke atmosfer. 

Esai: Kesimpulan

IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS

But, don’t worry. Dari masalah pembakaran sampah serta penggunaan pupuk kimia yang sedang kita hadapi saat ini, ada solusi dan cara yang bisa menjadi alternatif untuk meminimalisir dampak negatif dari kedua masalah tersebut. Hal yang bisa kita lakukan sebagai manusia yang sama-sama merupakan pejuang lingkungan yaitu dengan cara membuat kompos organik. Kompos ini bisa dibuat dari daun-daun kering yang berguguran dari pohon yang kita tanam. Ketika komposnya telah selesai dibuat, bisa dijadikan sebagai alternatif dari penggunaan pupuk kimia.

Yuk, kenalan dengan Si POKO (Si Pengolah Kompos Organik). Si POKO mudah dibuat dan diterapkan di berbagai tempat, mulai dari lingkungan masyarakat dan sekolah. Si POKO sudah bisa mengurangi sampah organik dalam skala kecil, tapi memang belum banyak yang memulai dan konsisten menerapkan Si POKO. Padahal dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jika hampir seluruh warga Indonesia dan satuan wilayah menerapkan program ini. Jika program ini dikembangkan dan diterapkan hampir seluruh wilayah Indonesia, negeri ini akan mengalami penurunan sampah organik dengan sangat drastis dan menghasilkan kompos organik yang bisa digunakan dalam sektor pertanian di banyak wilayah, hal ini akan menjadi solusi keberlanjutan yang ramah lingkungan bagi negeri kita.

Si POKO mempunyai potensi pelepasan N₂O yang ratusan kali jauh lebih kecil kadarnya dibandingkan ketika menggunakan pupuk kimia. Jadi, walaupun bisa menghasilkan N₂O juga, namun ketika dikelola dengan baik dan tepat, justru akan lebih aman untuk lingkungan dan lebih sehat untuk tanah. Si POKO juga tidak perlu menggunakan bahan dan barang yang sulit dicari. dalam pembuatan Si POKO kita hanya memerlukan wadah, pupuk cair organik, seperti EM4 (mikroorganisme efektif 4) yang dicampur molase (tetes tebu), dan sampah-sampah organik yakni dedaunan kering, sisa buah-buahan, sisa sayuran bekas masakan, dan sebagainya. Sesimple itu. Pastikan saja didalamnya tidak ada bahan yang tak dapat terurai seperti bagian dari lauk pauk atau pun minyak.

Pada akhirnya, Si POKO  hadir sebagai solusi nyata yang dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca. Dengan memanfaatkan sampah organik menjadi kompos, Si POKO tidak hanya mengurangi pencemaran akibat pembakaran sampah dan ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi juga memperbaiki kualitas tanah secara berkelanjutan. Emisi N₂O yang mungkin timbul tetap jauh lebih rendah dibanding pupuk kimia, sehingga manfaatnya jauh lebih besar daripada risikonya. Inilah alasan mengapa Si POKO dapat menjadi langkah sederhana namun berdampak besar untuk alternatif ramah lingkungan sekaligus menjaga bumi dari ancaman perubahan iklim akibat gas rumah kaca. 

Si POKO bukan sekadar pupuk organik, tapi jawaban atas masalah emisi yang selama ini kita cari. Si POKO hadir untuk tanah yang lebih subur, udara yang lebih bersih, dan bumi yang lebih lestari. Yuk, Kita Komposin Aja Bareng Si POKO!

Infografik

IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS

Lewat infografik ini, kita bisa lihat gimana Si POKO ngubah sampah organik jadi sesuatu yang bermanfaat untuk keberlanjutan lingkungan di Indonesia. 🌱✨ Simple ya kan? Dengan cara ngompos yang sederhana bisa menjadi langkah awal demi dampak yang lebih besar! 🌍💚

Rubik Diskusi-Infografik Pertamina

IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS

Wow, keren banget!! Inovasi pengumpulan minyak jelantah yang bisa diolah jadi biodiesel ramah lingkungan. Dari masalah limbah minyak jelantah yang sering mencemari lingkungan, sampai solusi praktis yang memberi nilai tambah energi hijau. Pertamina tampil sebagai penggerak pengelolaan limbah berkelanjutan, pendukung pencapaian SDGs, inovator energi terbarukan serta fasilitator partisipasi masyarakat! 🌍♻️

Foto Bercerita

IDN Times Xplore/Tim D'URARA_SMAN CMBBS

Kerja sama tim itu bukan cuma soal bagi-bagi tugas tapi juga soal saling percaya, saling dukung & menghargai perbedaan, berbagi ide & solusi serta tanggung jawab bersama. Mungkin tidak mudah untuk melakukannya, karena karya ini dibuat dengan banyak pengorbanan, mengorbankan waktu, tenaga serta pikiran. Tapi karena punya tujuan yang sama, semuanya akan menjadi lebih ringan untuk dijalani. Thanks to Mrs. Erma, thanks to our members and thanks to the entire committee IDN TIMES Explore 2025!! ✨

"Kecil langkahnya, besar dampaknya" 🌱

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team