5 Hal yang Terjadi bila Negara Mengedepankan STEM Dibanding Soshum

Ada satu hal menarik yang terjadi pada debat Capres 2024 terakhir yang berlangsung Minggu (04/02/2024) lalu. Dimana salah satu pasangan berulang kali menyebut mengedepankan pemberdayaan STEM bagi negara kita. Seperti kita tahu STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dan Soshum (Sosial dan Humaniora) adalah dua bidang studi yang seringkali dipisahkan dalam konteks pendidikan dan pengembangan masyarakat.
Sontak hal tersebut menuai perdebatan di masyarakat luas. Sebab, selama ini STEM sering dianggap sebagai tulang punggung inovasi dan perkembangan teknologi, sementara Soshum dianggap sebagai fondasi moral, budaya, dan pemahaman sosial. Namun, apa yang terjadi jika sebuah negara hanya mengedepankan STEM tanpa melibatkan Soshum? Mari kita bahas kelima hal yang akan terjadi dalam konteks tersebut.
1. Kurangnya pemahaman terhadap dampak sosial teknologi
Dalam dunia yang semakin tergantung pada teknologi, pemahaman terhadap dampak sosialnya menjadi sangat penting. Fokus yang berlebihan pada STEM tanpa melibatkan Soshum dapat membawa konsekuensi serius. Misalnya, dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI), keputusan etis dan moral memegang peran sentral. Tanpa landasan dari studi Soshum, risiko terhadap ketidaksetaraan dan masalah etika dapat meningkat. Mengapa? Karena tanpa melibatkan filsafat, etika, dan ilmu sosial, teknologi tersebut mungkin tidak memperhitungkan implikasi kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai masyarakat.
Selain hal tersebut, aspek-aspek seperti privasi online dan penggunaan data juga perlu mendapat perhatian yang serius. Dengan keterbatasan pemahaman dari sudut pandang Soshum, solusi yang dihasilkan mungkin kurang mempertimbangkan konsekuensi sosial yang kompleks. Oleh karena itu, penting untuk menggabungkan STEM dan Soshum agar teknologi tidak hanya menjadi kekuatan positif tetapi juga memperhitungkan dampak sosial secara menyeluruh.