Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi tiga laki-laki bergaya di jalanan (freepik.com/freepik)

Streetwear atau pakaian jalanan telah berkembang dari sekadar tren fesyen menjadi cerminan gaya hidup, identitas, budaya, dan bentuk ekspresi sosial. Gaya satu ini identik dengan kesan santai tapi nyentrik. Penggunaan siluet oversized, logo, kaus bergambar, hoodie, sneakers, dan aksesori unik melekat kuat.

Streetwear berevolusi, apa yang dulunya diasosiasikan dengan skateboarder dan hip-hop, kini menjelama bagian integral dari dunia fashion. Gaya ini telah bertransformasi dari jalanan ke panggung busana. Tidak hanya berbicara soal estetika, tetapi sosial dan budaya turut terbungkus rapi di sana.

Seiring berkembangnya era digital, streetwear makin diminati. Gaya ini seolah menjadi jembatan penghubung antara komunitas, selebritas, dan industri fesyen mewah. Para ikon musik dan media sosial berperan besar mengangkat streetwear guna mengekspresikan identitas dan protes sosial.

Pesona streetwear mampu menyentuh lapisan gaya hidup secara luas. Bagaimana bisa urusan berpakaian menjamah hingga ke kritik sosial? Bagaimana bisa streetwear style dianggap sebagai cerminan budaya dan ekspresi sosial?

1. Streetwear style berangkat dari jalanan ke industri global

ilustrasi gerombolan laki-laki bermain skateboard (instagram.com/off____white)

Banyak sumber menyebut 1980-an menjadi awal kemunculan streetwear di Amerika Serikat. Namun, melansir laman Who What Wear, pakaian jalanan kemungkinan telah berkembang sejak 1970-an. Hal tersebut disampaikan oleh Matt Nation, salah seorang pelaku industri streetwear yang telah berkecimpung selama lebih dari 15 tahun.

Kemunculan streetwear style memang beriringan dengan perjalanan Stüssy, sebuah merek ternama milik Shawn Stüssy yang didirikan pada 1980-an. Brand tersebut merupakan pelopor utama yang mengangkat streetwear dari jalanan ke panggung global. Siapa sangka, gaya jalanan berkembang pesat menjadi industri bernilai miliaran dolar.

Pada awalnya, Stüssy memperkenalkan streetwear ke seluruh dunia melalui budaya selancar. Narasi cara bebas berpakaian dan kenyamanan disambut hangat. Pengaruh budaya skateboard dan hip-hop kemudian ikut andil melejitkan tren ini hingga mencapai puncak popularitasnya pada 1990-an.

Stüssy kini bersaing dengan merek lain, seperti Supreme, A Bathing Ape (BAPE), atau Off-White. Merek-merek tersebut dengan cepat memperoleh status kultus melalui desain unik, edisi terbatas, dan hubungan komunitas yang kuat. Etos DIY streetwear, yang dicirikan oleh kustomisasi dan personalisasi, dinilai selaras dengan generasi yang ingin membedakan diri dari mode arus utama.

2. Streetwear sebagai bentuk protes, identitas, dan ekspresi sosial

Editorial Team

Tonton lebih seru di