Menyandang status sebagai mahasiswa tingkat akhir, masa-masa penulisan skripsi ibarat sebuah medan perang yang harus dilewati oleh para pejuang gelar sarjana. Bisa dibayangkan seperti apa pertempuran sengit yang berlangsung. Lupa mandi, perut tak di isi, tidur di pagi hari, terbawa ke dalam mimpi, dosen pembimbing sulit di hubungi, dan masih banyak lagi.
Medan perang ini sangat menguras tenaga dan pikiran, lalu bagaimana jika situasi tersebut dilalui dengan keadaan hati sedang gundah gulana. Ketika sedang serius "membedah" satu teori, tiba-tiba ponsel berdering. Saat diperiksa ternyata ada sms masuk dari pujaan hati yang isi nya kekasih hati memutuskan untuk pergi. Jauh-jauh hari sebelum memulai skripsi, kekasih hati sudah mengabari bahwa orang tua tak merestui hubungan yang sedang di jalani.
Diawal-awal pertempuran, hubungan yang tak direstui menjadi penyemangat untuk segera menyelesaikan skripsi. Dalam pikiran tertanam konsep, setelah wisuda dan mendapatkan kerja restu itu pasti akan datang juga. Lalu bagaimana rasanya ketika kekasih hati memutuskan pergi disaat skripsi sama sekali belum jadi?
