Ilustrasi pramuka (pinterest.com/Vecteezy)
Satu bulan usai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sejumlah tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia dan mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia. Kongres dilaksanakan pada 27-29 Desember 1945 di Surakarta.
Hasilnya, dibentuk Pandu Rakyat Indonesia Perkumpulan tersebut mendapat dukungan dari berbagai tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan Sakti". Akhirnya, pemerintah RI pun mengakui satu-satunya organisasi kepanduan yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. 93/Bag. A pada 1 Februari 1947.
Pandu Rakyat Indonesia mengalami masa sulit karena serbuan Belanda. Bahkan, pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948, ketika diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur, Jakarta, Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto dengan senjata.
Soeprapto gugur sebagai martir gerakan kepanduan di Indonesia. Sejak saat itu, Pandu Rakyat Indonesia dilarang untuk berdiri. Kondisi tersebut membuat pemuda memutar otak dan membentuk perkumpulan lain dengan nama Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan bersenjata terus terjadi hingga akhirnya berakhir. Pertahanan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan sekuat tenaga. Pada waktu itu pula Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950.