Ilustrasi W.R. Supratman (dok. museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id)
Mengutip e-book W.R. Supratman Guru Bangsa Indonesia oleh Lilis Nihwan, sejak W.R. Supratman menciptakan lagu Indonesia Raya, saat itu pula beliau selalu diawasi oleh polisi atau tentara Belanda. Meskipun nyawanya terancam, ia tetap melahirkan karya-karya yang membangkitkan nasionalisme, persatuan dan kesatuan, serta menyemangati rakyat untuk meraih kemerdekaan.
Hidup dalam kejaran polisi dan tentara Belanda rupanya berpengaruh pada kondisi badan W. R. Supratman. Ketika sedang memimpin lagu Matahari Terbit untuk anggota Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) pada 7 Agustus 1938 di Malang, polisi Belanda langsung menangkapnya dan memasukkan ke penjara Kalisosok di Surabaya.
Seminggu di penjara Kalisosok, tubuhnya kian melemah bukan hanya karena penyakit yang bertambah parah, tetapi ada siksaan dari polisi Belanda. Polisi Belanda kemudian melepaskan W.R. Supratman. Dia akhirnya berada dalam perawatan keluarga. Tidak lama kemudian, ajal menjemput. Supratman wafat pada 17 Agustus 1938.
Bagi W.R. Supratman, kenikmatan dunia sebenarnya sudah di genggaman jika mau menuruti kehendak Belanda. Tapi, W.R. Supratman memilih untuk menegakkan nasionalisme Indonesia dibanding mengikuti ajakan kolonialisme Pemerintah Kolonial Belanda. W.R. Supratman memilih jadi penegak harkat kemanusiaan dengan berjuang bersama anak-anak bangsa lainnya. Ia mengantarkan proses kesadaran menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Tipe pahlawan sejati yang dengan pikiran, perasaan, tenaga, dan karya siap menanggung risiko apa saja asal bisa memberikan nilai-nilai manfaat buat negerinya. W.R. Supratman telah memberikan karya terbaik sebagai guru bangsa yang memberi contoh keteladanan untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka, adil, dan makmur.