ilustrasi wisuda (pexels.com/Gül Işık)
Gara-gara pemberian gelar Doktor Kehormatan Raffi Ahmad menuai kontroversi, akhirnya banyak orang yang penasaran dengan syarat dan cara mendapatkan gelar tersebut. Tak sedikit juga orang yang bertanya-tanya tentang apa itu gelar Doktor Honoris Causa.
Berdasarkan peraturan terbaru di Indonesia yaitu UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tidak ada definisi jelas mengenai gelar Doktor Kehormatan. Akan tetapi, UU tersebut menjelaskan bahwa perguruan tinggi dapat memberikan Doktor Kehormatan kepada orang yang layak.
Kategori layak dimaksud adalah orang tersebut memiliki kontribusi luar biasa dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan/atau dalam bidang Kemanusiaan.
Sesuai dengan UU tersebut, tapi tidak semua perguruan tinggi bisa memberikan gelar Doktor Honoris Causa. Hanya perguruan tinggi dengan program Doktor saja yang diberi kewenangan.
Definisi apa itu gelar Doktor Honoris Causa secara terang terdapat dalam Permenristekdikti Nomor 65 tahun 2016 tentang Gelar Doktor Kehormatan. Sebelumnya, pengertian itu dijelaskan dan diatur dalam Permendikbud 21/2013.
Jika lebih diperhatikan, arti gelar Kehormatan dalam aturan tersebut tak jauh berbeda dengan yang ada di UU Nomor 12 Tahun 2012. Berikut pengertian gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) versi Permenristekdikti:
Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) merupakan gelar kehormatan yang diberikan oleh perguruan tinggi yang memiliki program Doktor dengan peringkat terakreditasi A atau unggul kepada perseorangan yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan.
Nah, penerima Gelar Doktor Honoris Causa akan diberikan gelar "Dr. (H.C.)". Gelarnya ditempatkan di depan nama penerima. Akan tetapi, penerima dilarang menyebut dirinya sebagai Doktor.
Bahkan, gelar Doktor Honoris Causa tidak bisa digunakan untuk keperluan resmi di luar universitas pemberi gelar. Di Indonesia, menteri dapat mencabut gelar tersebut apabila perguruan tinggi atau individu yang menerima gelar ternyata tidak memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri.