ilustrasi telur puyuh (pexels.com/KlausNielsen)
Endog-endogan ini diakan dibacakan doa barzanji di masjid atau mushola. Lalu diakhiri dengan acara selamatan dengan makanan yang dihidangkan di atas ancak, yang dibuat dari pelepah daun pisang. Usai acara selamatan, kembang endog kemudian dibagi-bagikan kepada warga untuk dibawa pulang.
Filosofi mengapa menggunakan telur, karena terdiri dari kuning telur, putih telur, dan cangkang, meski satu kesatuan namun memiliki makna dan filosofi yang berbeda. Kuning telur adalah embrio yang yang selanjutnya akan menghasilkan kehidupan, yang menjadi bagian penting yang diibaratkan sebagai ihsan.
Sedangkan putih telur yang membungkus kuning telur diibaratkan sebagai agama Islam. Sementara cangkang telur diibaratkan sebagai sebagai iman dalam kehidupan sehari hari. Jadi maknanya setelah ihsan dan Islam, kemudian diperlukan iman sebagai perlindungan agar tidak sampai pudar.
Jodhang sebagai tempat menancapkan kembang endog diibaratkan sebagai diri manusia. Jadi wujud ihsan, Islam, dan iman itu harus ditancapkan pada diri manusia agar perjalanan hidupnya selalu mendapatkan rahmat dan keselamatan dunia serta akhirat.
Itulah tadi tradisi Endog-endogan khas mayarakat Banyuwangi saat Maulid Nabi. Tradisi ini juga bisa menjadi potensi wisata budaya, karena begitu kental kearifan lokalnya dan dilakukan secara meriah.