Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak kecil di kamarnya (pexels.com/alex)
ilustrasi anak kecil di kamarnya (pexels.com/alex)

Intinya sih...

  • Pengalaman buruk masa kecil dapat menyebabkan trauma terhadap anak kecil, memicu ketidaknyamanan dan kecemasan saat berinteraksi dengan mereka.
  • Ketidaksukaan terhadap suara bising dan perilaku spontan anak kecil dapat disebabkan oleh sensitivitas tinggi terhadap kebisingan atau rasa tidak nyaman terhadap ketidakpastian interaksi.
  • Gaya hidup yang tenang dan keteraturan bisa membuat seseorang merasa terganggu oleh energi dan kebutuhan ekstra anak kecil, memicu ketidaksukaan yang bukan berasal dari niat buruk.

Di tengah masyarakat yang menganggap anak kecil itu lucu, menggemaskan, dan membawa kebahagiaan, ternyata ada juga orang yang merasa tidak nyaman bahkan enggan berada di dekat anak-anak. Meskipun mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang, ketidaksukaan terhadap anak kecil bukanlah hal yang bisa langsung dihakimi. Setiap orang punya pengalaman hidup, pandangan, dan kondisi psikologis yang berbeda.

Tidak menyukai anak kecil bukan berarti seseorang itu jahat atau tidak punya empati. Kadang, perasaan tersebut muncul dari alasan yang dalam dan kompleks. Artikel ini akan mengupas lima penyebab umum mengapa seseorang bisa tidak suka dengan anak-anak. Dengan memahami alasannya, kita bisa lebih bijak dalam menyikapi perbedaan sikap ini tanpa langsung menilai buruk seseorang.

1. Pengalaman buruk di masa lalu

ilustrasi anak kecil di kamarnya (pexels.com/alex)

Salah satu penyebab paling umum adalah pengalaman buruk yang dialami saat masih kecil. Seseorang mungkin pernah tumbuh di lingkungan yang penuh dengan tangisan, pertengkaran, atau tekanan saat mengurus adik yang masih kecil. Kenangan itu bisa meninggalkan trauma atau rasa jenuh terhadap keberadaan anak-anak.

Ketika seseorang punya pengalaman yang tak menyenangkan terkait anak kecil, otak bisa merekamnya sebagai sesuatu yang membuat stres. Sehingga, setiap kali berinteraksi dengan anak-anak, yang muncul bukan rasa bahagia, melainkan kecemasan atau ketidaknyamanan. Ini bukan masalah kebencian, tapi lebih ke reaksi psikologis dari pengalaman masa lalu yang belum pulih sepenuhnya.

2. Menderita misophonia

ilustrasi berisik (freepik.com/Cookie_)

Anak-anak, apalagi yang masih sangat kecil, seringkali belum bisa mengatur volume suaranya. Mereka bisa berteriak, menangis kencang, atau berisik saat bermain. Bagi sebagian orang, suara bising ini bisa sangat mengganggu, terutama mereka yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap kebisingan atau menderita kondisi seperti misophonia.

Ketidaksukaan terhadap anak-anak dalam kasus ini lebih disebabkan oleh ketidaknyamanan terhadap perilaku spontan yang khas anak kecil. Bukan karena membenci si anak, tetapi karena suara dan suasana yang diciptakan membuat mereka merasa lelah, kewalahan, atau tertekan. Mereka lebih nyaman dalam suasana yang tenang dan terkontrol.

3. Tidak merasa nyaman saat berinteraksi

ilustrasi anak kecil jahil (pexels.com/arina)

Ada orang dewasa yang merasa canggung atau takut berinteraksi dengan anak-anak karena merasa tidak tahu cara menghadapi mereka. Anak kecil kerap tidak bisa diprediksi: kadang rewel, kadang tiba-tiba menangis, dan bisa saja berkata jujur secara spontan yang membuat situasi jadi kikuk. Bagi sebagian orang, hal ini memicu rasa takut gagal atau malu.

Ketika seseorang merasa tidak punya kendali dalam interaksi sosial, apalagi dengan anak-anak yang ekspresif, mereka bisa memilih untuk menjauh. Ini adalah bentuk perlindungan diri dari situasi yang membuat mereka merasa tidak kompeten. Ketidaksukaan ini pun bukan berasal dari niat buruk, melainkan rasa tidak nyaman akan ketidakpastian dalam interaksi.

4. Nyaman tanpa kehadiran anak kecil

ilustrasi anak kecil (pixabay.com/finearts)

Beberapa orang memilih gaya hidup yang tenang, bebas, dan minim gangguan. Mereka mungkin sangat menghargai waktu sendiri, suka bepergian spontan, atau lebih nyaman hidup dalam lingkungan yang rapi dan tenang. Kehadiran anak kecil bisa dianggap sebagai ancaman terhadap ritme hidup yang telah mereka bangun.

Anak-anak memang membawa energi, suara, dan kebutuhan ekstra yang bisa mengubah suasana. Bagi mereka yang sudah terbiasa dengan keteraturan dan ketenangan, hal ini bisa membuat stres. Ketidaksukaan ini tidak muncul dari kebencian, tetapi lebih pada keinginan mempertahankan kenyamanan pribadi yang sudah terbentuk dengan gaya hidup tertentu.

5. Tekanan sosial yang berlebihan

ilustrasi anak kecil jahil (pexels.com/arina)

Dalam beberapa kasus, ada individu yang merasa ditekan oleh lingkungan atau keluarga untuk menyukai anak-anak atau bahkan untuk segera punya anak. Tekanan seperti ini bisa menimbulkan perlawanan dalam diri. Sebagai bentuk pertahanan, mereka justru jadi enggan menyukai anak kecil, karena merasa dipaksa menerima sesuatu yang belum siap mereka terima.

Ketidaksukaan itu menjadi semacam respons terhadap ekspektasi sosial yang berlebihan. Mereka merasa dikekang atau diharuskan menyesuaikan diri dengan norma tertentu, sehingga secara psikologis muncul rasa antipati terhadap simbol dari tekanan itu—dalam hal ini, anak kecil. Maka penting untuk memberi ruang dan waktu bagi setiap orang untuk memutuskan bagaimana sikap mereka terhadap anak-anak, tanpa paksaan.

Ketidaksukaan seseorang terhadap anak kecil bukanlah sesuatu yang patut langsung dicap negatif. Banyak faktor yang memengaruhi, mulai dari trauma masa lalu, sensitivitas pribadi, hingga gaya hidup yang berbeda. Sebagai masyarakat yang inklusif, penting bagi kita untuk memahami bahwa tidak semua orang merespons hal yang sama dengan cara yang serupa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team