ilustrasi ibu dan anaknya (Pexels.com/RODNAE Productions)
Tipe calon mertua seperti ini sering kali menjadi batu sandungan untuk pasangan yang ingin menikah. Dalam situasi ini, para calon mertua memiliki kecenderungan untuk melihat anak mereka sebagai orang yang sempurna dan tidak bisa salah. Salah satunya memarahi pasangan anaknya hanya karena tidak membantu pekerjaan rumah calon mertua.
Padahal anaknya sendiri pun tidak pernah membantunya. Hal itu juga nantinya dapat membuat calon mertua tidak mau menerima kekurangan pasangan mereka dan membuatnya merasa kurang dihargai.
Psikolog asal Jerman, Dr. Heinz Weber dalam The family as a self-fulfilling prophecy: The role of parents in children's educational and occupational attainment, bahwa perilaku ini disebabkan oleh kecenderungan orangtua untuk memperluas identitas diri mereka, melalui pencapaian anak-anaknya.
Dalam beberapa kasus, ini mungkin karena kegagalan mereka dalam mencapai impian dan harapan mereka sendiri. Ketika anak mereka berhasil, maka keberhasilan itu dianggap sebagai milik orangtuanya juga.
Dalam sebuah hubungan, calon mertua dapat menjadi faktor yang memengaruhi keharmonisan pasangan. Namun, meskipun terdapat tantangan dan perbedaan pandangan, penting bagi pasangan untuk belajar memahami dan menyelesaikan masalah tersebut dengan bijak.
Terlebih lagi, hubungan dengan calon mertua yang baik dapat membawa manfaat bagi pasangan, seperti dukungan dan bantuan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, bukan berarti semua calon mertua memiliki sifat negatif yang tidak dapat diubah.
Dengan komunikasi yang baik dan sikap saling menghargai, pasangan dapat menjalin hubungan yang sehat dengan calon mertua mereka. Ingatlah, memiliki hubungan yang harmonis dengan calon mertua dapat membawa kebahagiaan dan kedamaian dalam kehidupan pernikahan.