Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi keluarga bahagia (freepik.com/freepic.diller)
ilustrasi keluarga bahagia (freepik.com/freepic.diller)

Dalam sebuah rumah tangga, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, termasuk soal pola asuh anak. Setiap orang tumbuh dengan latar belakang, pengalaman, dan nilai yang berbeda, sehingga cara mereka mendidik anak pun gak selalu sama. Ada pasangan yang lebih tegas, sementara pasangannya lebih permisif. Ada juga yang lebih fokus pada kedisiplinan, sementara yang lain menekankan kebebasan anak untuk bereksplorasi.

Kalau gak dikelola dengan baik, perbedaan pola asuh ini bisa memicu konflik yang berlarut-larut. Anak juga bisa bingung karena menerima aturan yang berbeda dari kedua orangtuanya. Namun, kalau bisa dihadapi dengan bijak, perbedaan ini justru bisa jadi kekuatan untuk menciptakan pola asuh yang seimbang.

Supaya hubungan dengan pasangan tetap harmonis dan anak gak merasa terombang-ambing, ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan. Berikut tips menghadapi perbedaan pola asuh anak dengan pasangan agar semuanya tetap selaras.

1. Saling terbuka dalam komunikasi

ilustrasi pasangan berdiskusi (freepik.com/freepik)

Komunikasi adalah kunci utama dalam menghadapi perbedaan pola asuh. Kamu dan pasangan perlu terbuka membicarakan pandangan masing-masing tentang cara mendidik anak, tanpa saling menghakimi. Dengan begitu, setiap orang bisa memahami alasan di balik sikap pasangannya.

Kalau ada perbedaan yang besar, jangan menunggu hingga terjadi masalah di depan anak. Sebaiknya, bahas di waktu khusus saat suasana tenang, agar diskusi berjalan lebih sehat. Ingat, komunikasi yang baik bukan hanya soal berbicara, tapi juga mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Dengan keterbukaan ini, kamu dan pasangan bisa mencari titik temu. Mungkin gak semua hal bisa disepakati, tapi setidaknya ada kesamaan visi besar dalam mendidik anak.

2. Cari titik tengah yang bisa disepakati

ilustrasi pasangan berdiskusi (freepik.com/freepik)

Perbedaan pola asuh sering terjadi karena masing-masing orang membawa pengalaman masa kecilnya. Ada yang merasa disiplin ketat membuatnya berhasil, ada juga yang percaya kebebasan membuat anak lebih kreatif. Dari sini, kamu dan pasangan bisa mencoba mencari titik tengah.

Misalnya, jika satu pihak ingin anak disiplin belajar, sementara yang lain ingin anak punya waktu bermain, kalian bisa membuat jadwal khusus. Dengan begitu, anak tetap belajar dengan teratur, tapi juga punya waktu untuk bermain dan bersosialisasi.

Kesepakatan ini akan membantu menghindari kebingungan pada anak. Mereka jadi tahu aturan yang berlaku di rumah bersifat konsisten, bukan berubah-ubah tergantung siapa yang sedang mengawasi.

3. Jangan memperdebatkan perbedaan di depan anak

ilustrasi pasangan berdebat (freepik.com/cookie_studio)

Salah satu hal penting yang harus dihindari adalah memperdebatkan pola asuh di depan anak. Kalau anak melihat orangtuanya bertengkar, mereka bisa merasa tertekan atau memanfaatkan situasi untuk mencari celah.

Kalau ada ketidaksetujuan, sebaiknya tahan diri untuk gak langsung menegur pasangan di depan anak. Catat dulu hal yang menurutmu perlu didiskusikan, lalu bicarakan setelahnya secara pribadi. Cara ini menjaga wibawa orangtua tetap utuh di mata anak.

Selain itu, anak akan belajar bahwa orangtuanya bisa menyelesaikan perbedaan dengan cara yang dewasa. Ini bisa jadi contoh baik bagi mereka dalam menghadapi konflik di kehidupan sehari-hari.

4. Pahami kebutuhan anak sebagai prioritas utama

ilustrasi pahami kebutuhan anak (freepik.com/freepik)

Kadang, perbedaan pola asuh muncul karena orangtua lebih fokus pada prinsip pribadi dibanding kebutuhan anak. Padahal, yang paling penting adalah bagaimana pola asuh tersebut bisa membuat anak tumbuh sehat secara fisik maupun emosional.

Dengan menjadikan kebutuhan anak sebagai prioritas, kamu dan pasangan bisa lebih objektif. Misalnya, kalau anak merasa tertekan dengan aturan yang terlalu ketat, kamu bisa menyesuaikan agar tetap ada ruang bermain tanpa mengorbankan kedisiplinan.

Saat sama-sama berfokus pada kebutuhan anak, kamu dan pasangan bisa lebih mudah bekerja sama. Perbedaan yang awalnya terasa besar bisa menyatu karena tujuannya sama, yaitu kebahagiaan dan perkembangan anak.

5. Belajar bersama dan terus evaluasi pola asuh

ilustrasi pasangan berdiskusi (freepik.com/pressfoto)

Pola asuh bukan hal yang statis, tapi bisa berkembang seiring waktu. Kamu dan pasangan bisa belajar bersama dari buku, seminar parenting, atau pengalaman orangtua lain. Dengan begitu, kalian punya referensi baru yang bisa jadi bahan pertimbangan dalam mendidik anak.

Evaluasi juga penting dilakukan secara rutin. Misalnya, apakah aturan yang dibuat sudah efektif? Apakah anak terlihat bahagia atau justru stres? Dengan evaluasi, kamu bisa menyesuaikan pola asuh agar lebih tepat.

Belajar bersama juga akan membuat kamu dan pasangan merasa sama-sama terlibat. Rasa kebersamaan ini bisa memperkuat hubungan rumah tangga sekaligus membuat anak merasa lebih nyaman.

Menghadapi perbedaan pola asuh anak dengan pasangan memang gak mudah, tapi bukan berarti mustahil dilakukan. Dengan komunikasi terbuka, mencari titik tengah, menjaga sikap di depan anak, fokus pada kebutuhan mereka, serta belajar bersama, kamu bisa menemukan harmoni. Ingat, tujuan akhirnya bukan siapa yang paling benar, tapi bagaimana anak bisa tumbuh dengan cinta dan bimbingan terbaik dari kedua orangtuanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team