5 Titik Stres saat Mengatur Keuangan Keluarga, Sedikit Uang Banyak Mau

Di dalam rumah tangga biasanya ada satu orang yang ditunjuk untuk mengatur keuangan keluarga. Di masyarakat Indonesia peran ini sering dipegang oleh istri. Tapi bisa juga suami yang menangani tugas tersebut sesuai kesepakatan bersama.
Perlu diketahui bahwa tugas mengelola keuangan keluarga tidak sepele. Kamu saja merasakan sulitnya mencukupkan pendapatan untuk kebutuhan sebulan serta menabung ketika masih lajang. Apalagi setelah dua orang menikah dan memiliki anak. Pendapatan yang tampaknya besar belum tentu benar-benar cukup.
Baik istri atau suami yang menjadi pengatur keuangan dalam keluarga menjadi rentan stres. Tambah besar keluarganya dan kecilnya pemasukan, tambah tinggi pula tingkat stresnya. Rasa gak kuat lagi untuk menangani keuangan rumah tangga dapat memunculkan keinginan buat bercerai. Mari memahami titik stres pengatur keuangan di rumah. Agar sebagian bagian dari keluarga, kamu bisa membantu meringankan bebannya.
1. Harga dan jumlah kebutuhan naik, pendapatan tetap
Harga berbagai kebutuhan pokok mudah naik. Tidak ada harga yang benar-benar stabil di pasaran padahal dibutuhkan terus setiap hari. Sementara itu, kenaikan pendapatan tak hanya jarang tetapi besarannya juga gak seberapa. Bahkan ada pekerja yang hampir tidak pernah merasakan kenaikan penghasilan selama beberapa tahun.
Ini membuat beban finansial keluarga amat besar. Beban ini terasa berlipat-lipat lantaran ditanggung langsung oleh orang yang ditugaskan sebagai pengatur keuangan rumah tangga. Bahkan tidak hanya harga-harga yang naik, tetapi jumlah kebutuhan rumah tangga juga bisa bertambah.
Misalnya, dengan kehadiran momongan atau ada saudara, orangtua, dan mertua yang ikut tinggal di rumah. Jika pendapatan sebuah keluarga besar, orang yang mengatur keuangan masih dapat bernapas lega. Namun, bila total uang yang dikelolanya sedikit tentu ia stres sekali. Bahkan tingkat stresnya dapat melampaui pencari nafkah utama.