Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak bermain (pexels.com/nicolabarts)

Mendisiplinkan anak merupakan salah satu aspek penting dalam pengasuhan yang bertujuan untuk membimbing dan membentuk perilaku mereka. Disiplin yang efektif tidak hanya tentang memberi hukuman, tetapi juga tentang mengajarkan nilai-nilai, keterampilan, dan tanggung jawab.

Menggunakan metode disiplin yang lembut, orangtua dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan emosional dan sosial anak, membantu mereka menjadi individu yang sehat dan bertanggung jawab. Tidak perlu menggunakan cara yang keras, berikut ini cara mendisiplinkan anak dengan lembut.

1. Mengajarkan anak apa yang harus dilakukan

ilustrasi memasak ibu dan anak (pexels.com/rdne)

Orangtua perlu memberikan kepada anak contoh langsung tentang bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan konflik, menangani emosi, dan membuat keputusan yang baik. Dilansir Verywell Family, Amy Morin, LCSW, seorang psikoterapis, menjelaskan bahwa disiplin lembut adalah cara mendidik anak yang fokus pada mengajarkan perilaku baik daripada hanya menghukum.

Misalnya, seorang anak melakukan perilaku yang kurang sopan, seperti berkata kasar pada saudaranya, disiplin lembut tidak hanya memberikan waktu bagi anak untuk meredakan emosi, tetapi juga melibatkan pelajaran tentang bagaimana berkomunikasi lebih baik dan sesuai. Cara ini juga membantu anak memahami bagaimana mengekspresikan perasaan dengan cara yang tepat dan membuat keputusan yang baik. 

2. Memperhatikan perasaan anak

ilustrasi ibu mencium anaknya (pexels.com/nicolabarts)

Memperhatikan perasaan anak adalah salah satu cara penting untuk mendisiplinkan anak dengan lembut. Ini melibatkan pengakuan dan penghormatan terhadap perasaan mereka, serta memberikan ruang bagi mereka untuk mengungkapkan emosi mereka dengan aman.

Saat orangtua memperhatikan perasaan anak, mereka mengakui bahwa anak memiliki kebutuhan emosional yang perlu dipahami dan direspon dengan sensitif. Ini membantu anak merasa didengar, dihargai, dan diterima, yang pada gilirannya memperkuat ikatan emosional antara orangtua dan anak.

Selain itu, memperhatikan perasaan anak juga memungkinkan orangtua untuk memahami penyebab di balik perilaku anak. Melalui cara ini, anak dapat menangani masalah dengan cara yang lebih efektif dan mendukung perkembangan emosional anak secara positif.

3. Menjelaskan dengan jelas aturan dan harapan kepada anak-anak

ilustrasi ibu dan anak bermain laptop di tempat tidur (pexels.com/olly)

Menjelaskan aturan dan harapan secara jelas adalah langkah penting dalam membentuk perilaku positif kepada anak. Selain itu, aturan dan harapan ini juga membuka dialog dengan anak, memungkinkan mereka bertanya dan memahami lebih banyak tentang batas-batas yang ada dan konsekuensi dari tindakannya.

Saat menjelaskan aturan dan harapan ini, penting untuk menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Melalui pendekatan ini, orangtua tidak hanya memberikan batasan yang konsisten, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai penting kepada anak, seperti komunikasi terbuka, pengertian, dan tanggung jawab individu. Ini merupakan cara efektif dalam mendisiplinkan anak dengan lembut.

"Menyampaikan dengan tepat apa yang diinginkan dari anak jauh lebih efektif daripada hanya mengatakan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Anak seringkali tidak memahami tugas yang diharapkan dari mereka saat diberi perintah yang tidak spesifik seperti "berperilakulah yang baik"," kata Lucie Cluver, seorang profesor pekerja sosial anak dan keluarga di Universitas Oxford, dilansir Unicef.

"Berikan instruksi yang konkret, seperti "Ambil semua mainanmu dan masukkan ke dalam kotak", membuat aturan dan harapan ini menjadi lebih jelas dan meningkatkan kemungkinan bahwa anak akan melakukannya," lanjutnya.

4. Menggunakan konsekuensi positif dan negatif

ilustrasi memarahi anak (pexels.com/gabbyk)

Menurut Amy Morin, mendisiplinkan anak dengan lembut melibatkan penggunaan konsekuensi positif dan negatif secara cerdas. Tidak seperti pola asuh yang memperbolehkan segalanya, pendekatan ini menitikberatkan pada memberikan konsekuensi yang efektif, tetapi sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan anak. 

Konsekuensi positif berupa respons atau reaksi yang diberikan setelah anak melakukan perilaku yang diinginkan atau positif. Ini bisa berupa pujian, penghargaan, atau hadiah yang diberikan sebagai bentuk apresiasi atas perilaku yang diinginkan tersebut. Tujuannya adalah untuk memperkuat perilaku positif tersebut agar anak lebih cenderung mengulanginya di masa depan.

Sementara itu, konsekuensi negatif adalah respons atau reaksi yang diberikan setelah anak melakukan perilaku yang tidak diinginkan atau negatif. Ini bisa berupa pembatasan hak istimewa, waktu istirahat, atau penarikan hadiah yang telah diberikan. Tujuannya adalah untuk mengurangi atau menghindari perilaku negatif tersebut di masa depan dengan menyertakan konsekuensi yang tidak diinginkan.

5. Memberikan contoh yang baik

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/kindelmedia)

Ketika anak-anak melihat orangtua mereka mengamalkan perilaku yang positif, mereka cenderung untuk meniru dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, jika orangtua secara konsisten menunjukkan sikap sopan santun dalam berkomunikasi, seperti menggunakan kata-kata yang ramah dan menghindari kata-kata kasar, anak akan belajar bahwa cara yang baik untuk berbicara dengan orang lain adalah dengan hormat dan santun.

Demikian juga, jika orangtua menunjukkan kepedulian terhadap kebersihan dan kerapihan, anak-anak akan belajar pentingnya merawat lingkungan mereka dengan baik. Dengan memberikan teladan yang positif dan konsisten, orangtua dapat membimbing anak-anak mereka menuju perilaku yang diinginkan tanpa perlu menggunakan hukuman fisik atau teriakan yang mengintimidasi.

"Penting bagi orangtua untuk melakukan perubahan dalam kehidupan mereka sendiri dengan memulai untuk menggabungkan kesadaran dan belas kasihan. Anak-anak akan belajar dari pola perilaku ini, dan seiring waktu, mereka akan mulai bertindak dengan kebaikan sebagai respon atas sikap tersebut," jelas Shauna Shapiro, Ph.D., penulis buku terlaris, psikolog klinis, dan pakar mindfulness dan self-compassion yang diakui secara internasional, dilansir Parents.

6. Temukan alternatif untuk hukuman fisik

ilustrasi ibu duduk bersama dua anak (pexels.com/ellyfairytale)

Menggunakan kekerasan fisik sebagai metode disiplin, dapat memiliki dampak negatif yang serius pada perkembangan anak-anak dan remaja. Hukuman fisik tidak hanya mengajarkan anak-anak bahwa kekerasan adalah cara yang sah untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga dapat berbahaya secara fisik dan mengancam keselamatan mereka, terutama pada bayi atau balita yang rentan.

Sebagai gantinya, orangtua diharapkan untuk mencari alternatif yang lebih aman dan efektif dalam mendisiplinkan anak, seperti berbicara secara langsung dan tegas, tetapi lembut kepada anak tentang perilaku yang tidak diterima dan mengapa itu tidak dapat diterima. Selain itu, orangtua dapat mencari bantuan lain dengan mengikuti kelas disiplin dan pengasuhan. 

Mendisiplinkan anak dengan lembut adalah sebuah pendekatan yang memperhatikan kebutuhan emosional dan perkembangan anak, sambil tetap menegakkan batasan dan mengajarkan nilai-nilai yang penting. Dengan kesabaran, empati, dan konsistensi, orangtua dapat membimbing anak  mereka menuju perilaku yang positif dan bertanggung jawab.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team