Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi ibu dan anak
ilustrasi ibu dan anak (freepik.com/senivpetro)

Intinya sih...

  • Bangun hubungan emosional sebelum memberi nasihat atau koreksi.

  • Dukung ekspresi emosi anak tanpa harus menerima perilaku negatif.

  • Ajak anak memahami konsekuensi perbuatannya dengan cara yang konstruktif.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Gentle parenting sering kali disalahpahami sebagai pola asuh yang terlalu lembek atau memanjakan anak. Padahal, prinsip ini justru menekankan pada rasa hormat, empati, dan batasan yang sehat antara orang tua dan anak. Gentle parenting gak berarti membebaskan anak dari tanggung jawab, tapi mengajak mereka belajar disiplin dengan cara yang manusiawi dan penuh kasih.

Mengasuh anak dengan pendekatan gentle parenting bukan berarti kamu harus selalu mengalah. Sebaliknya, kamu justru membimbing anak untuk menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan peka terhadap lingkungan. Yuk, kenali tujuh prinsip dasar gentle parenting yang bisa kamu terapkan di rumah tanpa takut bikin anak manja!

1. Menjalin koneksi sebelum koreksi

ilustrasi ibu menggendong anak (freepik.com/freepika)

Salah satu prinsip utama gentle parenting adalah membangun koneksi emosional yang kuat antara orang tua dan anak. Sebelum memberikan nasihat atau koreksi atas perilaku anak, cobalah untuk menyambung emosi mereka terlebih dahulu. Misalnya, jika anak marah karena gak mendapat mainan, pahami dulu perasaannya sebelum menjelaskan alasan kamu menolak.

Dengan koneksi yang kuat, anak akan merasa dipahami dan lebih terbuka menerima bimbingan. Ini akan jauh lebih efektif daripada memarahi atau memberi hukuman langsung. Anak yang merasa aman secara emosional juga akan lebih mudah diajak kerja sama dalam berbagai situasi, tanpa perlu paksaan.

2. Validasi emosi anak, bukan perilakunya

ilustrasi gentle parenting (pexels.com/August de Richelieu)

Gentle parenting mengajarkan bahwa semua emosi valid, tapi gak semua perilaku harus diterima. Saat anak marah atau menangis, hindari kalimat seperti 'Jangan cengeng!' atau 'Itu gak penting!' Sebaliknya, bantu anak mengenali emosinya dan beri dukungan agar ia bisa mengekspresikannya dengan cara yang tepat.

Misalnya, jika anak melempar barang saat kesal, kamu bisa berkata, 'Ibu tahu kamu sedang marah, tapi melempar barang bisa melukai orang lain.' Dengan begitu, anak belajar bahwa perasaannya diterima, tapi perilaku negatif tetap harus dikendalikan. Ini membangun pengendalian diri yang kuat dari dalam diri anak, bukan karena takut dihukum.

3. Disiplin dengan empati, bukan dengan takut

ilustrasi kakek dan cucu (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Dalam gentle parenting, disiplin bukan berarti membuat anak takut atau merasa bersalah. Justru yang ditekankan adalah pemahaman tentang konsekuensi dan tanggung jawab. Orang tua mengajak anak untuk memahami dampak dari perbuatannya dan memperbaikinya dengan cara yang konstruktif.

Contohnya, jika anak menumpahkan susu, daripada langsung memarahi, ajak ia membersihkan bersama sambil berkata, 'Yuk kita lap sama-sama, supaya lantainya bersih lagi.' Anak akan belajar bahwa kesalahan adalah kesempatan untuk belajar, bukan sesuatu yang membuat mereka merasa buruk tentang dirinya sendiri.

4. Memberi pilihan, bukan perintah

ilustrasi orang tua menjelaskan kehamilan kepada anak (pexels.com/PNW Production)

Anak yang terus-menerus diberi perintah tanpa diberi pilihan cenderung merasa terkekang dan melawan. Gentle parenting menghindari pendekatan otoriter, dan lebih memilih untuk memberikan anak ruang mengambil keputusan kecil yang sesuai usianya. Ini memberi mereka rasa kontrol yang sehat atas hidupnya.

Misalnya, alih-alih berkata 'Cepat sikat gigi sekarang!', kamu bisa mengatakan, 'Kamu mau sikat gigi dulu atau pakai piyama dulu?' Dengan memberi dua pilihan, anak tetap merasa dihargai tapi arah tetap jelas. Anak yang terbiasa membuat keputusan akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan penuh tanggung jawab.

5. Konsistensi lebih penting daripada keras

ilustrasi anak berdebat dengan orang tua (pexels.com/cottonbro studio)

Sering kali orang tua mengira bahwa bersikap tegas artinya harus bersuara keras atau marah-marah. Padahal, kunci dari gentle parenting adalah konsistensi, bukan kekerasan. Anak-anak lebih mudah memahami aturan jika aturan itu dijelaskan dengan sabar dan diulang terus-menerus dengan cara yang konsisten.

Misalnya, jika kamu punya aturan gak ada gawai sebelum tidur, pastikan aturan itu berlaku setiap hari tanpa pengecualian. Jika suatu hari kamu melonggarkannya, anak akan bingung dan mulai mempertanyakan batasan yang kamu buat. Konsistensi membuat anak merasa aman, karena mereka tahu apa yang diharapkan dan apa yang boleh dilakukan.

6. Fokus pada proses, bukan hanya hasil

ilustrasi seseorang ibu dan dua anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Dalam gentle parenting, keberhasilan anak gak hanya diukur dari hasil akhirnya, tapi juga proses belajar yang dijalani. Ketika anak belajar hal baru, seperti memakai baju sendiri atau membereskan mainan, hargai usahanya meskipun hasilnya belum sempurna. Ini menumbuhkan rasa percaya diri dan semangat untuk terus mencoba.

Misalnya, daripada berkata 'Kamu salah terus, biar Mama saja yang kerjakan,' lebih baik katakan 'Wah, kamu sudah coba lipat bajunya sendiri ya, hebat!' Dengan pujian yang fokus pada usaha, anak merasa dihargai dan lebih terdorong untuk mandiri tanpa takut gagal. Anak pun tumbuh dengan growth mindset yang positif.

7. Menjadi teladan yang konsisten

ilustrasi melatih kesabaran anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Anak belajar paling banyak dari meniru orang tua. Maka dari itu, gentle parenting mengajak orang tua untuk menjadi contoh nyata dari perilaku yang ingin diajarkan. Jika kamu ingin anak sabar, tunjukkan kesabaran saat kamu menghadapi situasi sulit. Jika ingin anak menghormati orang lain, bicaralah dengan sopan kepada orang lain, termasuk saat berbicara dengan anak.

Menjadi teladan berarti menunjukkan bahwa nilai-nilai seperti empati, kerja sama, dan tanggung jawab itu penting dalam kehidupan. Anak yang melihat langsung bagaimana orang tuanya mengelola emosi dan menyelesaikan masalah dengan tenang akan lebih mudah meniru hal yang sama. Jadi, mulailah dari diri sendiri sebelum mengharapkan perubahan dari anak.

Prinsip gentle parenting bukan untuk memanjakan anak atau membebaskan mereka dari aturan. Sebaliknya, ini adalah cara membesarkan anak dengan penuh cinta, empati, dan batasan yang sehat. Anak yang dibesarkan dengan gentle parenting bukan hanya lebih bahagia, tapi juga lebih mandiri karena mereka tumbuh dengan rasa aman dan dihargai.

Dengan pendekatan ini, kamu gak hanya mendidik anak yang patuh karena takut, tapi juga membentuk individu yang sadar diri, punya kontrol emosi, dan bisa membangun hubungan sosial yang sehat. Jadi, jangan ragu untuk menerapkan prinsip gentle parenting di rumah, hasilnya akan terasa seumur hidup!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team